MATA KULIAH PENGANTAR SASTRA INDONESIA MENGANALISIS CERPEN “ KASUT “ KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO

MATA KULIAH PENGANTAR SASTRA INDONESIA MENGANALISIS CERPEN “ KASUT “ KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO Oleh: Ika Kharizma Putri Rahayu (115110701111004) Dosen Pengampu: Maulfy Syaiful, S.Pd PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012 1. SINOPSIS CERPEN “KASUT” KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO. Cerpen “Kasut” Karya Bernardus Subekti Suryono ini membahas tentang seorang anak yang memiliki sebuat kasut dengan paku berkarat menghujam kakinya. Delapan kali dia mencoba untuk membenahinya, namun semuanya sia-sia. Hingga akhirnya dia menulis surat kepada kakak perempuannya di kota “J” tentang kerusakan kasutnya. Kakak perempuannya menjanjikan kasut baru potongan “Italy Shoes”. Di tunggu-tunggunya tanggal gajian yang segera tiba, dibayangkannya seribu angan-angan berkasut idaman yang masih berupa tanda tanya besar. Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakak perepuannya lewat surat, diambilnya paket itu segera. Betapa kagumnya dia melihat sepasang “Italy Shoes” yang kini menjadi miliknya. Pertama kali dia memakai kasut barunya ke sekolah, cara jalannya pun tak lagi tersuruk-suruk. Hanya saja, kasut baru itu membuat jalannya over acting. Seolah-olah berat dalam melangkah, takut kalu terantuk batu, atau mengkilapnya tertutup debu. Dia selalu mencari jalur yang meyakinkan untuk dilaluinya agar sepatu barunya tidak kotor. Di luar dugaan,sesampainya di sekolah dia tidak disambut hangat oleh teman-temannya. Karena beberapa temannya menginjak-injak martabatnya sebagai seorang anak miskin pemilik sah kasut tersebut. Mereka tidak percaya bahwa tokoh dia mampu membeli kasut mewah. Mereka menduga kasut itu hasil dari mencuri atau korupsi. Seminggu setelah dia memakai kasut barunya tersebut, kakinya mulai lecet. Dia beberapa kali memakai kasut lamanya yang akhirnya rusak juga. Di putuskannya memakai sandal marucu untuk pergi ke sekolah. Wali kelas menghukumnya atas hal tersebut, berjemur di terik matahari dari awal hingga akhir sekolah. Setelah kejadian tersebut, dia tampak membatin. Ibunya yang merasakan perbedaan pada diri anaknya berhasil di kelabuhi olehnya. Dia sangat sedih dengan apa yang telah terjadi pada dirinya. Dia menuliskan semua kuluh kesahnya, di selipkannya secarik kertas itu pada skasut barunya. Dia bergegas tidur, melupakan semua yang telah terjadi. 2. TINJAUAN ATAS UNSUR INTRINSIK Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen “Kasut” itu sebagai berikut: 2.1 TEMA Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama, yang digunakan sebagai dasar dalam menuliskan cerita. Tema atau pokok persoalan pada cerpen “Kasut” adalah strata manusia dalam kehidupan sosial. Karena di dalamnya di ceritakan penulis tentang tokoh “Dia” seorang siswa dengan beasiswa yang memakai kasut rusak ke sekolah mendapat julukan “Balada sepatu tua” oleh teman-temannya. Diperkuat dengan kutipan berikut. “Akhirnya aku sepelekan saja kasut itu menganga, mbak. Lucu!- seperti moncong kasutku itu tak ubah seperti moncong beberapa sobat sekolahku yang selalu gencar menggelariku:’Balada sepatu tua’ ”(Adjidarma, 2003:301). Dengan sabar menunggu setengah tahun, akhirnya sang kakak yang tinggal di sebuah kota bersama suaminya membelikan potongan kasut “Italy Shoes” agar adiknya tak lagi mendapat gelar buruk dari teman-temannya. Adjidarma (2003:302) menjelaskan dengan kutipan sebagai berikut. Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, telah datang secarik kertas bercap:”Pos dan Giro” yang meminta kedatangannya ke Kantor Pos. Paket itu segera di ambilnya-dibawa pulang-dan langsung dibukanya dengan disaksikan oleh ibunya. Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanya terasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya. Namun, hal tersebut menjadikan gunjingan dengan berbagai tuduhan tidak bertanggung jawab terlontar dari mulut teman-temannya. Teman-temannya yang dari kalangan kaya merasa tidak terima apabila seorang siswa bergantung dengan beasiswa mampu membeli kasut lebih mewah dari yang mereka kenakan. Seolah tidak ada kata indah dari si kaya untuk si miskin. Hal tersebut diperkuat dengan kutipan berikut. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“-“Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.”-”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” (Adjidarma, 2003:303) 2.2 LATAR Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. 2.2.1 LATAR RUANG 2.2.1.1 SEKOLAH Siapa tahu. Di luar dugaan setiba dia di tempat sekolah, hati yang selama perjalanan tadi bunga tiba-tiba terasa trenyuh. (Adjidarma, 2003:303) 2.2.1.2 RUMAH Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, ... . Paket itu segera di ambilnya-dibawa pulang-dan langsung dibukanya dengan disaksikan oleh ibunya. Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanyaterasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya. (Adjidarma, 2003:302) 2.2.1.3 DESA Di desa yang setengah kota itu tak dikenal lalu lintas macet, kecuali pada hari-hari penting macam grebegan, misalnya-tapi hal itu bukan masalah baginya. (Adjidarma, 2003:300) 2.2.1.4 KANTOR POS Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, telah datang secarik kertas bercap:”Pos dan Giro” yang meminya kedatangannya ke Kantor Pos. Paket itu segera di ambilnya- ... . (Adjidarma, 2003:301) 2.2.1.5 JALAN ”Dia memang gagah. Kasut itu mulai nampang keesokan harinya ke tempat sekolah. Jalannya pun dia mulai sedikit stabil dan tidak tersuruk-suruk seperti kemarin pagi. Hanya saja, sugesti kasut baru itu belum juga lepas dari improvisasi kaku yang tak artistik dalam langkahnya yang over acting itu. Dia seolah-olah berat dalam melangkah. Takut kalau-kalau kasut yang baru itu terantuk batu; atau kalau tidak, mengkilapnya tertutup debu. Dia selalu menjada kewaspadaannya dalam membawa langkahnya ke jalur-jalur yang memungkinkan. Dicarinya jalur yang meyakinkan. Tidak berdebu, tidak berbatu tajam, pun juga tidak berbecek kendati kemarau ini panjang”(Adjidarma, 2003:302). 2.2.1.6 KAMAR Adjidarma (2003:305) menyatakan bahwa “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam ini aku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku,” demikian monolog batinnya-lalu dia tertidur”. 2.2.2 LATAR WAKTU 2.2.2.1 PAGI HARI “Dia memang gagah. Kasut itu mulai nampang keesokan harinya ke tempat sekolah. Jalannya pun dia mulai sedikit stabil dan tidak tersuruk-suruk seperti kemarin pagi” (Adjidarma, 2003:302). 2.2.2.2 MALAM HARI “Amat beralasan tiba-tiba saja dia tersenyum sendiri. Senyum sehat yang tak sinnting dan tak sumbing itu adalah suatu tanda akn kegembiraannya. Jam delapan belas waktu arloji tuanya dia mulai membayangkan bahwa kakaknya sudah ayu dengan dandan yang ala kadarnya untuk ke toko sandang sambil menggundit Warsi, anaknya” (Adjidarma, 2003:302). 2.2.2.3 SIANG HARI “Kali ini dia menjaani vonisnya dengan berjemur diri di terik matahari sedari awal hingga bubaran sekolah. Sang wali kelas yang sekaligus selaku hakim dalam menangani kasus kasutnya tampak disambut riuh tepuk tangan tatkala menjatuhkan vonisnya” (Adjidarma, 2003:304). 2.2.3 LATAR SOSIAL 2.2.3.1 EKONOMI LEMAH Adjidarma (2003:300) menjelaskan dengan kutipan berikut. Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya. Dia mencabut paku-paku bengkong itu dengan menggantinya yang baru. Tapi, yang membuat dia hilang kesabarannya, pertolongan yang berulang kali itu ternyata hanya bersifat semantara saja. Beberapa kali setelah dia betul-betul kehilangan ketelatenannya untuk mereparasi kasutnya sendiri, akhirnya dia menulis sepucuk surat pada kakak perempuannya di kota “J”, dan basa-basi tentang kerusakan pada kasutnya itu dia ceritakan juga. 2.3 ALUR 2.3.1 MAJU Dijelaskan oleh Adjidarma (2003:305) pada kutipan berikut. Tepat seminggu sejak dia mengenakan kasut yang baru itu dia sudah merasakan perih pada tumit kaki dan batinnya. Uang tabanasnya terpaksa berkurang dan tumitnya tampak lecet akibat gesekan dua kulit yang hidup dan mati. Ketika kulit ari itu mulai terkelupas, esok harinya ia terpaksa mengenakan kasut tuanya; yang ndillah belum diloak. Pikirnya, untuk sementara saja,tapi hal seperti itu tak menolong banyak. Dan hari berikutnya dengan menyesal sekali dia terpaksa bersandal mercucu ke tempat sekolah. Kesalahan yang tak terpikir panjang itu semula tak disadarinya. Baru setelah wali kelas mendamprat, dia mulai merasa. Merasa akan kekeliruannya, juga merasa ketidakadilan akan vonis yang harus dijalani. Dia tak habis pikir mengapa demikian mudah seorang wali kelas terhasut oleh beberapa sobat sekolahnya yang dendam padanya. Boleh jadi mereka dendem karena dia yang terpandai di kelasnya demikian kikir di saat ulangan. 2.4 PENOKOHAN 2.4.1 DIA 2.4.1.1 Kerja Keras ”Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya”(Adjidarma, 2003:300). 2.4.1.2 Sabar “Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Hati-hati” (Adjidarma, 2003:300). 2.4.2 KAKAK PEREMPUAN 2.4.2.1 Penyayang terhadap adiknya “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. Aku sudah berembuk dengan Mas Jarot iparmu, dan dia menyanggupi bahwa gajian nanti akan membelikanmu sepasang kasut potongan ‘Italy Shoes’. Yang penting saat ini binalah ketelatenanmu kembali penuh kesabaran” (Adjidarma, 2003:301). 2.4.3 IBU 2.4.3.1 Perhatian Dijelaskan Adjidarma (2003:305) dalan kutipan berikut. “Sesudah kejadian itu, belakangan hari dia tampak membatin. Sang ibu yang merasakan perubahan atas diri anaknya penah juga menanya, tetapi berkat pandainya dia mencari dalih sang ibu pun tak lagi banyak bertanya. Baru setelah dia memerlukan sebuah pengaduan untuk menyalurkan kedongkolan hatinya. Akhirnya diambil sebuah pensil dan dia menulisdi secarik kertasbekas pembungkus kasut barunya. 2.4.4 MAS JAROT 2.4.4.1 Baik hati “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. Aku sudah berembuk dengan Mas Jarot iparmu, ... . Teruskan saja usaha halal itu, aku dan Mas Jarot senantiasa dan berdoa.” (Adjidarma, 2003:301) 2.4.5 TEMAN SEKOLAH 2.4.5.1 Suka mencela Adjidarma (2003:303) menjelaskan dalam kutipan berikut. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“ “Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.” ”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” 2.4.6 WALI KELAS 2.4.6.1 Tegas Adjidarma (2003:304) menjelaskannya dalam kutipan berikut. Vonisnya yang memberatkan karena dalih lecet pada tumitnya adalah suatu hal yang disengaja; yang sebenarnya hal itu dapat di tanggulangi dengan menutup lecet itu dengan tensoplas yang seharga sepuluh perak sebuahnya. Sedang hal yang meringankan; seperti dia seorang bintang pelajar; juga mengingat tak pernah mengalami hukuman di sekolah, ternyata tak di pandang. Aneh! 2.5 TITIK PENGISAHAN Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Di dalam cerpen ini, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas, memposisikan dirinya sebagai pencerita yang terbatas hak ceritanya. Ia hanya menceritakan apa yang dialami tokoh yang menjadi tumpuan cerita. Hal tersebut diperkuat Adjidarma (2003:300) dengan kutipan berikut. Di desa yang setengah kota itu tak dikenal lalu lintas macet, kecuali pada hari-hari penting macam grebegan, misalnya-tapi hal itu bukan masalah baginya. Sebab sembilan puluh persen pada hari-hari penting macam itu dia libur sekolah; sehingga kasut rusak yang senantiasa dipakainya itu tampak menganggur sekehendak hatinya. Kalaupun pada hari-hari biasa di waktu dia sekolah, masalah kasut seolah-olah menjadi kasus baginya. Kasut itu tak saja sebuah beban atas kakinya, tapi juga merupakan beban yang paling berat bagi batinnya 2.6 GAYA Gaya bahasa adalah cara khas dalam mengungkapkan pikiran atau perasaan melalui bentuk bahasa dalam bentuk lisan atau tulisan. Di dalam cerpen ini pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada beberapa kata yang kurang efektif, seharusnya tidak perlu digunakan. Seperti kata dengan, dan, jam untuk menunjukan waktu, dan bahasa daerah yang tidak di cetak miring sehingga pembaca yang tidak mengerti atau kurang memahami apa yang dimaksud oleh pengarang. Hal tersebut diperkuat dalam Adjidarma (2003:305) dengan kutipan berikut. “Jam delapan belas waktu arloji tuanya dia mulai membayangkan bahwa kakaknya sudah ayu dengan dandan yang ala kadarnya untuk ke toko sandang sambil menggundit Warsi, anaknya” Serta kutipan berikut. “Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanya terasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya”(Adjidarma, 2003:302). 2.7 AMANAT Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui serita yang di buatnya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen “kasut” yaitu: 1. Bersabar adalah sifat yang harus dimiliki seorang anak untuk mengerti keadaan orang tua. Karena orang tua pasti memberiyang terbaik untuk anaknya; “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam ini aku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku, ... . “(Adjidarma, 2003:305). 2. Berusaha keras untuk meraih cita-cita walaupun dengan keterbatasan materi, karena manusia diberi kelebihan yaitu akal dan kepandaian untuk meraih puncak yang tertinggi dalam hidupnya; Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya. Dia mencabut paku-paku bengkong itu dengan menggantinya yang baru. (Adjidarma, 2003:300) 3. Membantu meringankan beban orang tua, dengan bekerja sepulang sekolah, bukanlah hal yang buruk. Hal tersebut merupakan kegiatan mulia seorang anak terhadap orang tuanya. “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. ... . Aku dengar dari surat ibu bahwa sepulang engkau dari sekolah, engkau sudah menggenjot sepeda juraganmu yang babah itu ke tempat langganan. Teruskan saja usaha halal itu, aku dan Mas Jarot senantiasa dan berdoa.” (Adjidarma, 2003:301) 4. Tidak boleh membeda-bedakan teman dan mengejek teman yang kurang mampu. Karena akan melukai perasaannya. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“-“Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.”-”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” Ingin sekali dia menangis. Melawan dengan kekonyolah bertinju dan saling tonjok adalah kekalahan. Dia harus menang. Menang melawan emosi adalah menang dua kali. (Adjidarma, 2003:303) 5. Seorang anak hendaknya pandai menjaga perasaan orang tuanya. Karena orang tua sudah penat akan masalah dalam kehidupan sehari-hari. “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam in iaku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku,” demikian monolog batinnya-lalu dia tertidur. (Adjidarma, 2003:305) 6. Harus menaati peraturan yang sudah ada jika tidak ingin di hukum. Karena hukum tidak memandang status sosial. Vonisnya yang memberatkan karena dalih lecet pada tumitnya adalah suatu hal yang disengaja; yang sebenarnya hal itu dapat di tanggulangi dengan menutup lecet itu dengan tensoplas yang seharga sepuluh perak sebuahnya. Sedang hal yang meringankan; seperti dia seorang bintang pelajar; juga mengingat tak pernah mengalami hukuman di sekolah, ternyata tak di pandang. Aneh! (Adjidarma, 2003:304) PERTANYAAN 1. Apa tema utama yang akan disampaikan oleh pengarang? Apakah tema yang disampaikan oleh pengarang itu berkaitan dengan konteks masyarakat pada saat cerpen tersebut dilahirkan(hingga saat ini)? Jelaskan! Tema utama yang di usung dalam cerpen “Kasut” karya Bernardus Subekti Suryono adalah status sosial dalam masyarakat. Kisah seorang anak miskin yang bersekolah dengan beasiswa kerap menjadi bahan olok-olokan oleh teman-temannya yang mayoritas kalangan berada. Tokoh “Aku” mendapat kasut mewah dari kakaknya karena mampu meraih beasiswa dalam pendidikan. Teman-temannya pun tidak bisa menerima kebahagiaan yang di dapat tokoh “Aku”. Karena menganggap tokoh “Aku” tidak pantas memakai kasut mewah yang belum dimiliki siswa di sekolahnya. Teman-teman tokoh “Aku” merasa seorang siswa dengan beasiswa tidak pantas di sejajarkan dengan mereka yang berada. Apabila di kaitkan dengan konteks masyarakat pada saat cerpen dilahirkan(hingga saat ini) merupakan hal yang berkaitan. Karena dalam masyarakat sosial terdapat strata sosial yang menempatkan seseorang pada posisi sesuai dengan keadaan ekonomi. Strata tertinggi dimiliki oleh golongan ekonomi kuat dan sebaliknya. Hal tersebut menimbulkan kelas sosial dalam masyarakat. Tema yang diangkat mulai cerpen dilahirkan hingga sekarang merupakan hal yang selalu terjadi di dalam masyarakat. Karena golongan kelas sosial tinggi yang selalu meremehkan kelas di bawahnya dan bertindak sewenang-wenang. Mereka menganggap materi (uang) memiliki kedudukan tertinggi yang mampu membeli apapun. Hal ini terjadi pada masa cerpen dilahirkan hingga saat ini. 2. Berkaitan dengan contoh di dalam cerpen, setujukah anda dengan sikap/ tindakan/perilaku yang dilakukan oleh tokoh utamanya? Jelaskan jawaban anda! Tidak, pada sikap diamnya ketika digunjing teman-temannya,memakai sandal ke sekolah, dan menyimpan kembali kasutnya. Karena seharusnya Tokoh “Aku” menjelaskan kepada teman-temannya tentang kasut yang dia miliki. Sehingga tidak ada kalimat-kalimat tak bertanggung jawab terlontar dari mulut mereka yang menyebabkan beban mental dalam hari-harinya mengenakan kasut itu. Untuk pemakaian kasut, semestinya dia tidak perlu over acting yang berakibat lecet pada kakinya. Kaki yang lecet pun bukan alasan untuk melanggar tata tertib dalam sekolah apabila ada solusi yang lebih baik dari pada memakai sandal ke sekolah. Karena hal tersebut telah melanggar peraturan yang ada di dalam sekolah. Peraturan akan menghukum siapa saja yang melanggarnya. Terlebih seorang kerdil yang hanya mengandalkan beasiswa. Tentang kasut yang disimpan kembali di tempatnya. Sugguh bukan hal yang benar karena kakaknya telah berusaha membelikannya, sangat tidak menghargai apabila harus tidak di pakai hanya karena pergunjingan mulut-mulut kurang dewasa. Namun, ada beberapa hal dalam karakter tokoh utama yang baik dan membuat kagum. Membantu meringankan beban orang tuanya dengan bekerja sepulang sekolah dan menjaga perasaan ibunya merupakan sifat yang luar biasa seorang anak. Karena biasanya di umur serupa, anak masih tidak bisa melakukan hal tersebut. Mungkin faktor status dan ekonomi yang mendorong memiliki dan melakukan hal luar biasa seperti itu. 3. Cerpen yang anda pilih adalah cerpen terbaik Kompas pada tahun tertentu. Menurut pertimbangan anda, mengapa cerpen tersebut dipilih oleh Kompas sebagai cerpen yang terbaik? Menurut saya, cerpen “Kasut” dipilih karena tema yang diangkat menarik. Kehidupan dalam masyarakat yang terdapat perbedaan status sosial di dalamnya. Pengisahan tentang si kaya dan si miskin yang pada saat cerpen dilahirkan hingga saat ini merupakan tema yang tidak akan mati oleh masa. Hal itu disebabkan kejadian tersebut masih saja terjadi di dalam masyarakat dari masa ke masa. Peninandasan oleh si kaya terhadapsi miskin. Serta penceritaan yang menarik oleh penulis dengan alur, tokoh, dan bahasa yang bagus. Sehingga pihak kompas tertarik dan memilihnya sebagai salah satu cerpen terbaik kompas. 4. Kutiplah salah satu alinea yang menurut anda menarik! Beri alasan! “Seorang pembimbing tak selalu berjiwa pembimbing. Itu wajar. Dan aku pun sadar. Mereka manusia, manusia yang kerdil. Barang kali kalau semua pembimbing berjiwa tauladan, kesimpulan dalam kepemimpinan tak dikenal kesimpulan “Seni”. Beasiswa seolah-olah mandul. Siswa tauladan mungkin pula sebuah gelar gadungan selama sekolah masih menerima pungli. Dan, penilaian yang pincang, agaknya selalu kekal dan rumit di diduga. Murid adalah orang-orang bodah yang perlu digiring akan arah kebodahan pula”(Adjidarma, 2003:305). Menurut saya, dalam kutipan di atas sangat menarik. Karena tokoh utama mencurahkan semua beban yang ada di pikirannya dalam sepucuk surat. Memprotes semua yang dialaminya, dari cemooh teman-teman sekolahnya hingga vonis yang dijatuhkan wali kelas karena memakai sandal akibat kaki lecet ke sekolah. DAFTAR PUSTAKA Ajidharma, S. G. 2003. Dua Kelamin Bagi Midin. Jakarta: PT Pustaka.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Resensi Buku Fiksi

Judul : Summer in Seoul
Pengarang : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman


: 280 halaman
Harga : Rp51.000,00
Novel bertema percintaan memang selalu diminati oleh remaja. Hal inilah yang akhirnya menginspirasi seorang penulis berbakat, Ilana Tan, yang turut mengangkat tema tersebut sebagai novel pertamanya.
Ilana Tan adalah seorang berkebangsaan Indonesia. Kecintaannya terhadap bahasa asing, dalam novelnya ini, Ilana Tan menyisipkan beberapa kata dalam bahasa Korea dilengkapi dengan catatan kaki yang dibuatnya dengan tujuan agar pembaca dapat memahami artinya dan ikut larut dalam suasana cerita.
Ibu kota Negeri Ginseng, Seoul, sangat cocok digunakan sebagai latar tempat dalam cerita. Gaya bahasa yang digunakan penulis sangat baik, mudah dimengerti, dan tidak bertele-tele. Pemaparan satu kejadian sangat detil namun tidak membuat pembaca merasa bosan karena penulis menggunakan diksi yang tepat untuk menjabarkannya.
Meskipun novel Summer in Seoul mengangkat tema yang sudah umum, tetapi berbeda dengan novel remaja lain, novel ini tidak menonjolkan hawa nafsu manusia dalam menjalin sebuah hubungan. Novel ini lurus, sehingga pembaca dapat lebih mengerti tentang arti cinta sejati yang sesungguhnya antara Sandy dan Jung Tae-Woo yang diceritakan dengan halus dan manis oleh penulis. Sikap romantis Jung Tae-Woo yang merayakan ulang tahun Sandy dengan memberinya bunga mawar, menyalakan kembang api, dan menyanyikan sebuah lagu sangat kental dengan nuansa drama Korea. Sebut saja Full House yang mengangkat tema serupa dan banyak menyedot perhatian para penggemar drama Korea, Summer in Seoul juga fantastis.
Kisah dimulai saat Sandy alias Han Soon-Hee, gadis blasteran Indonesia-Korea yang sedang berbelanja di sebuah toko, mendapati ponselnya tertukar dengan salah seorang pengunjung. Sandy segera mengembalikan ponsel itu dan menyadari bahwa ponselnya tertukar dengan Jung Tae-Woo, seorang penyanyi muda terkenal Seoul yang muncul kembali setelah empat tahun menghindari dunia showbiz.
Setelah insiden itu, mereka terus berhubungan karena Tae-Woo yang tengah digosipkan gay menyusun rencana bersama managernya, Park Hyun-Shik, untuk berfoto bersama Sandy sebagai kekasih rahasianya. Tanpa ragu, Sandy menyetujuinya asalkan wajahnya tidak terlihat.
Hari-hari musim panas sebagai “kekasih” Jung Tae-Woo dimulai. Hubungan keduanya semakin erat terutama saat apartemen Sandy terbakar. Jung Tae-Woo menyelamatkannya dan meminta Sandy untuk tinggal di rumahnya sampai Sandy mendapatkan apartemen baru.
Sementara itu, wartawan terus mencari berita tentang hubungan Tae-Woo dengan Sandy. Akhirnya diketahui bahwa Sandy adalah adik dari seorang penggemar Tae-Woo yang meninggal empat tahun lalu pada saat jumpa penggemar. Media menyebutkan bahwa Sandy hanya ingin membalas dendam terhadap Jung Tae-Woo sementara Jung Tae-Woo hanya ingin meminta maaf kepada Sandy atas insiden itu. Situasi semakin rumit ketika salah satu dari mereka mengalami kecelakaan lalu lintas dan tidak sadarkan diri.
Secara keseluruhan, novel ini sangat baik, namun tahapan penyelesaian konflik tidak diceritakan secara rinci. Selain itu, suasana kehidupan di Korea Selatan kurang terasa. Berbeda dengan novel ketiga seri musim lainnya karya Ilana Tan yang berjudul Winter in Tokyo. Dalam novel ini, latar tempat di Tokyo sangat terasa karena penulis menggunakan beberapa tempat terkenal sebagai latar dalam cerita, seperti persimpangan Shibuya dan Kyoto.
Terlepas dari semua itu, semoga penulis dapat memperbaiki kekurangannya dalam menceritakan tahapan penyelesaian konflik dan menghasilkan karya lain yang lebih memukau. Summer in Seoul, buku yang bagus untuk mengisi waktu luang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Resensi Ayat Kursi

Judul : Ayat Kursi
Pengarang : Ahmad Fathoni El-Kaysi
Tebal :200 halaman
Penerbit : Mutiara Media
Harga : Rp 35.000,-
Buku ini sangat cocok untuk para muslim mempertebal keimanan dan menambah pengetahuan tentang religi. Gaya bahasa yang digunakan penulis sangat baik, mudah dimengerti, dan tidak bertele-tele. Walaupun ada hadist-hadist yang diselipkan menggunakan tulisan arab, pembaca dengan mudah memahami pengertiannya dengan diberi arti serta maksud yang terkandung.
Namun, ada beberapa penyusunan kalimat yang kurang efektif sehingga memperlambat penerimaan maksud. Namun keseluruhan dalam isi buku sudah baik. Terlepas dari semua itu, semoga penulis dapat memperbaiki kekurangannya dan menghasilkan karya lain yang lebih memukau. Ayat Kursi, buku yang bagus untuk mengisi waktu luang dan mempertebal pengetahuan agama.
Selain berusaha, Allah telah menyediakan berbagai sarana untuk memohon pertolongan kepada-Nya. Salah satunya dengan menggunakan Ayat Kursi sebagai sarana untuk memohon pertolongan kepada-Nya. Banyak sekali keistimewaan yang dikandung dalam Ayat kursi, baik untuk kepentingan dunia maupun akhirat. Buku kecil ini memaparkan bagaimana berdoa dengan menggunakan Ayat Kursi, kisah-kisah keajaiban Ayat Kursi, kedudukan dan keutamaan Ayat Kursi, fadilah-fadilah Ayat Kursi seperti:
1. Ayat Kursi Mempermudah Memperoleh Rezeki:
• Memperluas jalannya rezeki,
• Utang cepat terlunasi,
• Diberi kemudahan modal usaha,
• Mengentaskan kemiskinan,
• Segala pekerjaan menjadi berkah, dan
• Menghilangkan sifat pelupa,
2. Ayat Kursi untuk Penjagaan dan Keamanan:
• Hasil panen aman dari pencurian meluruskan jalan yang sesat
Melindungi dari gangguan keamanan,
• Selamat dari mimpi buruk,
• Aman dari teror,
• Perlindungan di daerah rawan kejahatan,
• Selamat dalam persidangan, dan
• Mencari solusi dari segala permasalahan,
3. Ayat Kursi Berobat dan Menjaga Kesehatan:
• Ayat Kursi menjadi obat segala penyakit,
• Mengobati sakit gigi dan gusi,
• Obat segala jenis sakit perut dan segala macam sakit jantung,
• Mengobati orang pingsan,
• Mengatasi Kesurupan, dan
• Mengobati segala macam penyakit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

RESUME MENINGKATKAN KECEPATAN MEMBACA

• Cara Meningkatkan Kecepatan Membaca :
o Membangun alasan:
 Mengaplikasikan kenampakan rill,
 Menebak – nebak apa yang akan pengarang tuliskan,
 Merespon bacaan,
 Mencari solusi yang di anggap masalah oleh penulis.
o Membangun mood dan kesiapan diri
 Yakin dengan topik yang dipelajari,
 Mengingat informasi yang berkaitan dengan topik.
o Mengajukan pertanyaan pemancing perhatian
 Memutuskan topik yang dicari dalam bacaan,
 Mengajukan pertanyaan tentang bacaan.
o Membaca sekilas
 Bacalah cover depan maupun belakang, bagian sampul dalam dan daftar isi,
 Temukan struktur buku : heading bab, sub heading, gambar, dan grafik,
 Baca sekilah bagian dalamnya(temukan kata dicetak tebal atau miring).
o Mencari gagasan inti
 Baca paragraf pertama dari setiap bab dan kalimat pertama setra terakhir dari setiap bab,
 Fokuskan perhatian pada pencarian gagasan utama,
 Hindarkan membaca keseluruhan bacaan,
 Menemukan maksud pengarang dalam bacaan.
o Gunakan pemacu
 Jari, Sumpit, Alat tulis, dsb untuk memfokuskan perhatian, menambahkan dimensi kinestetik/ fisik(tidak sekedar membaca dengan pikiran, tapi juga bergerak)
• Langkah – langkah membaca cepat
o Berlatih konsentrasi
o Berlatih membaca dalam hati(tanpa suara)
• Manfaat membaca cepat
o Mencari informasi secara cepat
o Memahami bahan bacaan dengan cepat
o Tidak banyak waktu terbuang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Membuat Artikel-Ketrampilan Menulis

Pendidikan AntiKorupsi Sejak Dini
Korupsi di Indonesia sudah membudaya tanpa proses peradilan yang terbuka. Semua pihak yang terkait dengan sebuah kasus korupsi seakan menutup mata dan lepas tangan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tindakan korupsi mulai dari yang paling kecil seperti pada kepala desa, kepala sekolah dan pegawai rendahan sampai yang paling besar oleh para pejabat negeri ini. Mulai dari proses penyuapan berjumlah puluhan ribu rupiah yang biasa terlihat di jalanan sampai pada kasus menggelapkan uang negara dengan jumlah triliunan. Masyarakat seakan jenuh dan terbiasa dengan kasus-kasus korupsi yang terbongkar. Tidak ada sanksi moral dari masyarakat terhadap para koruptor. Bahkan, secara tak langsung budaya korupsi telah merajalela ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Pada setiap aspek kehidupan, selalu ditemui budaya korupsi yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan lumrah setiap orang. Oleh karena itu, didirikanlah sebuah lembaga yang bertugas menyelidiki kasus korupsi.
Devanda (2010) memberikan penjelasan yang rinci mengenai hal tersebut pada kutipan berikut ini.
Pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Desember tahun 2002 merupakan sebuah itikad baik dari pemerintahan saat itu. KPK menjadi harapan baru bagi indonesia untuk mengobati penyakit bangsa yang sudah kronis. Namun, banyak pihak yang menyangsikan KPK akan mampu memberantas korupsi. Pada awal pendiriannya, banyak pihak yang meragukan sepak terjang KPK. Hal ini cukup beralasan, karena KPK sebagai sebuah lembaga independen beranggotakan orang-orang yang ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh DPR. Beberapa kalangan yang beranggapan bahwa KPK akan tebang pilih dalam menjalankan tugasnya sebagai pengadil para koruptor. Terlepas dari itu, KPK tetap menjadi tumpuan harapan bagi bangsa ini untuk membongkar kasus korupsi dan memenjarakan para koruptor yang terlibat.
Namun, hal tersebut tidak menjadikan korupsi hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, semakin bermunculan kasus-kasus baru. Seakan-akan hukuman yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera.
Mengingat begitu beratnya tugas KPK dan besarnya akibat yang disebabkan oleh kasus korupsi tersebut, maka diperlukan suatu sistem yang mampu menyadarkan semua elemen bangsa untuk sama-sama bergerak mengikis karang korupsi yang telah menggurita. Cara yang paling efektif adalah melalui media pendidikan. Suseno dalam Djabbar (2007) menyatakan bahwa ada tiga sikap moral fundamental yang akan membuat orang kebal terhadap godaan korupsi yaitu, kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab.
 Devanda (2010) menjelaskannya pada kutipan berikut ini.
Untuk menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang bersih, diperlukan sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mtlai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis siswa.

Kutipan diatas disambut baik oleh masyarakat yang mulai resah dengan maraknya korupsi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil jajak pendapat harian Seputar Indonesia mengenai ide memasukan antikorupsi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yang diperjelas kutipan berikut ini.
Djabbar (2007) “ide memasukkan materi anti korupsi dalam kurikulum mendapat respons positif masyarakat. Hasil jajak pendapat harian Seputar Indonesia terhadap 400 responden (27/5), sebanyak 87% menyatakan perlunya memasukkan pendidikan anti korupsi dalam kurikulum”.
Untuk tahap awal, pendidikan antikorupsi bisa disisipkan dalam bentuk pokok bahasan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Metoda pembelajaran yang digunakan dapat berupa ceramah, diskusi, simulasi, studi kasus dan metoda lain yang dianggap akan membantu tercapainya tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Media yang dapat digunakan seperti tabel angka korupsi dan bahkan bisa dengan menonton video-video yang berhubungan dengan korupsi. Melakukan studi pustaka tentang negara-negara maju yang hidup tanpa korupsi. Teori yang dipelajari pada pendidikan anti korupsi tersebut dapat langsung dipraktekan dalam sebuah kegiatan nyata yang akan sangat mudah dipahami oleh siswa.;/div>
Tidak hanya dalam kurikulum mata pelajaran saja pendidikan antikorupsi mulai diterapkan pada generasi muda. Namun, dalam praktek kehidupan juga mulai diselipkan pendidikan antikorupsi pada generasi muda. Agar lebih mudah diterima dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut didukung oleh kutipan berikut ini.
“KPK gencar mempromosikan dibentuknya warung kejujuran di setiap sekolah. ... . Warung kejujuran tidak memiliki penjual. Warung yang tidak dijaga. Lakanan atau minuman dipajang dalam warung. Dalam warung tersedha kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari siswa yang membeli makanan atau minuman. Bila ada kembalian, siswa mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut” (Djabbar, 2007).

Dengan adanya pendidikan antikorupsi ini, diharapkan akan lahir generasi tanpa korupsi sehingga dimasa yang akan datang akan tercipta Indonesia yang bebas dari korupsi. Harapan awal tentunya ini akan berdampak langsung pada lingkungan sekolah yaitu pada semua elemen pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Lingkungan sekolah akan menjadi pioneer bagi pemberantasan korupsi dan akan merembes ke semua aspek kehidupan bangsa demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.










Daftar Rujukan

Devanda, B. 2010. Kurikulum Pendidikan Anti Korupsi, (Online), (http://www.berrydevanda.com/2010/02/kurikulum-pendidikan-anti-korupsi.html), diakses pada 21 Desember 2011.

Djabbar, F. 2007. Tentang Kurikulum  Anti Korupsi, (Online), (http://www.faisal_files/sltpn/tentang-kurikulum-anti-korupsi.html), diakses pada 21 Desember 2011.

Yanto. 2004. Pendidikan Anti Korupsi, (Online), (http://www.yantosagu.com/2004/05/10/ pendidikan-anti-korupsi.html), diakses pada 21 Desember 2011.







Nama: Ika Kharizma Putri Rahayu
NIM: 115110701111004
              Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Membuat Berita-Ketrampilan Menulis


Belum Ada Area Parkir
MALANG-Tidak adanya area parkir di Fakultas Ilmu Budaya mulai diperbincangkan oleh mahasiswa baru. Mereka mulai resah dengan kendaraan mereka yang parkir di badan jalan. Tanpa atap yang melindungi dari sinar matahari dan air hujan. Karena dengan kondisi seperti itu, kendaraan akan cepat rusak. Keamanan pun patut dicemaskan. Karena tidak adanya petugas keamanan yang menjaga. Kemarin, (9/12) ditemui ketika hendak meninggalkan kampus, Wiwik sebagai Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya mengatakan kekhawatiran yang serupa atas kendaraannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Makalah Problematika Membaca pada Anak Sekolah Dasar-Ketrampilan Berbicara


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Bahasa dan membaca
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks. Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya. Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode – yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang konvensional – yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978).
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang dibacanya. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya.
2.2  Perkembangan membaca usia sekolah
Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus belajar terlebih dahulu sistem alfabetik bahasanya, baik berupa nama abjad, bentuk huruf maupun bunyi yang dipresentasikannya. Pada tahap awal ini, kemampuan anak mengkonversi simbol ke dalam bunyi yang tepat (decoding) berlangsung sangat lambat. Hal ini terjadi karena pada saat mengidentifikasi kata anak juga memerlukan informasi lain yang berasal dari pengalaman mereka untuk dapat mengenal kata (Perfetti dalam Torgessen dkk., 1992). Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus memiliki kekuatan penalaran yang mencapai tahap operasional konkret (Piaget dalam Spiegel, 1979). Usia dari 6 – 12 tahun merupakan masa usia sekolah. Pada masa ini anak banyak mengalami perkembangan dalam segi kognitif. Anak cenderung mengembangkan kemampuan belajar, pe rsepsi, penalaran, memori, dan bahasa dengan berbagai macam cara (Elkind, dkk., 1978).
Salah satu kelemahan terbesar sekolah tampaknya adalah kekakuan guru dalam hal mengajarkan sebuah mata pelajaran khususnya keterampilan membaca. Guru memberikan materi biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku pelajaran, dan lembar latihan dan bila anak – anak tidak memahaminya, maka itu adalah masalah mereka, bukan masalah guru (Amstrong).
Menurut Ratna Megawangi (2006) metode pembelajaran di kelas banyak yang menyalahi teori – teori perkembangan anak. Hasilnya adalah generasi yang tidak percaya diri. Begitu banyak orang tua merasa bahwa suasana pembelajaran di sekolah sering kurang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, akhirnya banyak anak yang stress dan kehilangan kreativitas alamiahnya.
2.3  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan membaca pada anak SD
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut Lamb dan Arnold (1976) faktor – faktor tersebut adalah faktor fisiologis, intelektual lingkungan, dan prikologis.
2.3.1     Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat menemukan tanda – tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok – gosok matanya, dan mengerjap – ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang di`lami oleh seorang anak. Makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula masalaha anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak – anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai membaca permulaan.
Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbol – simbol cetakan, seperti huruf – huruf, angka – angka, dan kata – kata misalnya anak belum bisa membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca anak.
2.3.2      Faktor Intelektual
Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.
Penelitian Ehansky dan Muehl dan Forrell yang dikutip oleh Harris dan Sipay menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan posirif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata – rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi eenjadi pembaca yang baik.
2.3.3      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan baca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup


2.3.3.1 Latar belakang dan pengalaman anak di rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak – anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.
Rubin (1993) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak – anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir , dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya , orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau orang tua angkat akan memengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyababkan tekanan pada anak – anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak – anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba – tiba terjadi pada anak.
Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak – anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang membaca.Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di mana anak – anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar, khususnya belajar membaca.
Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu anak – anak memungkinkan anak – anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca.
2.3.3.1  Faktor sosial ekonomi
Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak – anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus melanjutkan kagiatan membaca anak secara terus – menerus. Anak lebih membutuhkan perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca dan berbagi buku cerita dan pengaaman membaca dengan anak – anak. Sebaliknya, anak – anak yang berasal dari keluarga kelas rendah yang berusaha mengejar kegiatan – kegiatan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi pembaca yang baik.
Faktor sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak – anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak – anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan inteligensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca anak. Anak – anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.
2.3.4     Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi,dan penyesuaian diri.

2.3.4.1  Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan.
Crawley dan Mountain mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar memengaruhi minat dan hasil belajar siswa.
Suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mengoptimalkan kerja otak siswa. Di samping itu, suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan lebih memotivasi siswa agar belajar lebih intensif. Seseorang tidak berminat membaca kalau dalam keadaan tertekan. Untuk usia dini bisa diwujudkan dalam bentuk permainan, sedangkan pada siswa kelas tinggi bermain dapat dikembangkan melalui eksperimen. Misalnya, setelah membaca materi bacaan yang menjelaskan tentang petunjuk membuat pesawat terbang dari kertas, kemudian siswa mencoba memodifikasinya sehingga pesawatnya bisa terbang lebih jauh.
2.3.4.2  Minat
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha – usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.
Seorang guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca.


2.3.4.3 Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri
Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak – anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak – anak yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak – anak dalam memahami bacaan akan meningkat.
Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak – anak. Anak – anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.
DAFTAR PUSTAKA
http://jazzyla.wordpress.com/category/pendidikan/
http://etd.eprints.ums.ac.id
http://forgubindo.blogspot.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments