Pemaaman Lintas Budaya


BENTUK ADAPTASI BUDAYA ISLAM TERHADAP BUDAYA HINDU-BUDHA PADA TRADISI SLAMETAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT JAWA
Ika Kharizma Putri Rahayu
NIM.115110701111004


ABSTRAK
                                             

Pulau jawa adalah pusat kerajaan Hindu-Budha yang tersohor di Indonesia pada zaman dahulu. Keberadaan kerajaan-kerajaan besar pada masa lampau membawa dampak budaya yang sangat besar. Budaya Hindu-Budha sangat melekat pada darah masyarakat jawa. Kerekatan budaya Hindu-Budha tampak pada karakteristik masyarakat jawa. Walaupun sebagian besar masyarakat jawa memeluk agama islam namun mereka masih percaya kepada kekuatan lain selain Allah SWT dan melakukan kegiatan slametan. Kegiatan slametan sangatlah bertolak belakang dengan ajaran islam sesungguhnya yang melarang manusia memberikan sesaji. Masyarakat dahulu kala sebagian besar memeluk agama Hindu atau Budha. Wali songo melakukan persebaran Islam secara halus dengan tidak menghilangkan tradisi yang telah melekat di masyarakat Jawa. Penyebaran Islam secara halus membuat tercampurnya unsur-unsur budaya Hindu-budha pada ajaran Islam yang disampaikan. Hingga sekarang sebagian besar masyarakat jawa masih melestarikan tradisi slametan dalam kehidupan sehari-hari.

Kata kunci: budaya, Islam, Hindu, slametan, Jawa

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Manusia dan Kebudayaan Indonesia



KESENIAN KUDA LUMPING WARISAN BUDAYA JAWA TIMUR SEBAGAI CERMINAN MISTISISME MASYARAKAT JAWA
Ika Kharizma Putri Rahayu
115110701111004

Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Namun, penyebarang penduduknya masih belum merata karena pusat penyebaran penduduk berada di pulau Jawa. Pulau Jawa memiliki luas yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.  Walaupun luasnya yang tidak seberapa, namun sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pulau Jawa. Pulau Jawa dibagi menjadi enam propinsi, salah satunya adalah ibu kota negara Indonesia. Pusat pemerintahan yang ada di pulau jawa menjadikan pulau jawa dihuni sebagian besar penduduk di Indonesia. Pulau jawa memiliki banyak suku bangsa di dalamnya seperti suku sunda, suku jawa, dan suku madura. Suku bangsa yang mendominasi di pulau Jawa adalah suku Jawa. Suku Jawa adalah suku bangsa Indonesia yang paling banyak jumlahnya, menempati seluruh daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Suku bangsa Jawa menggunakan bahasa Jawa secara keseluruhan, hanya saja terdapat perbedaan dialek di daerah tertentu.
Suku jawa atau biasa disebut dengan masyarakat jawa sangat menghormati dan menjunjung tinggi warisan leluhurnya. Warisan leluhur masyarakat jawa seperti nilai kesantunan, hukum adat, dan segala kebudayaan yang ada. Nilai kesantunan dalam masyarakat jawa sangat tersistem sebagaimana adat istiadat yang berlaku di masyarakat jawa. Nilai kesantunan masayarakat jawa tercermin pada cara bertutur dan bertindak. Cara bertutur dan bertindak masyarakat jawa sangat berbeda dengan suku bangsa lain di Indonesia. Kelembutan dan kesopanan mendominasi dalam cara bertutur dan bersikap masyarakat jawa. Nilai kesantunan dan adat istiadat masyarakat jawa tersusun secara tidak tertulis atau tidak ada kitab yang mencakupnya. Walaupun demikian, masyarakat jawa sangat memahami dan menjunjung tinggi nilai kesantunannya. Masyarakat jawa sebagian besar memahami aturan-aturan yang diwariskan oleh leluhurnya. Aturan-aturan tersebut seperti larangan-larangan yang berkaitan dengan tindakan dan tuturan, serta penanggalan jawa yang sangat berpengaruh di kehidupan masyarakat jawa.
Masyarakat Jawa sebagian besar memeluk agama islam. Pemeluk agama Islam di kalangan masyarakat Jawa dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan Islam santri dan golongan Islam kejawen. Golongan Islam santri adalah golongan yang menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam dengan syariat-syariatnya. Golongan Islam kejawen adalah golongan yang percaya pada ajaran Islam, tetapi tidak patuh menjalankan syariat Islam dan masih percaya kepada kekuatan lain. Sebagian besar masyarakat Jawa masuk kedalam golongan Islam kejawen. Hal tersebut dilihat dari banyaknya masyarakat Jawa yang masih mempercayai kekuatan lain selain Allah SWT. Golongan Islam kejawen muncul karena pengaruh kepercayaan yang dianut nenek moyang masayrakat jawa. Nenek moyang masyarakat jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan yang menyembah benda-benda mati yang ada di alam semesta. Masyarakat Jawa masih sangat percaya pada hal gaib atau kekuatan lain seperti makhluk-makhluk halus, hari baik atau naas, hari kelahiran atau weton, dan benda-benda pusaka.
Mistisisme yang dianut oleh masyarakat jawa sangat mudah ditemui dalam kehidupan mereka. Mistisisme yang ada dalam masyarakat jawa antara lain kepercayaan terhadap kekuatan gaib, penanggalan jawa, dan benda-benda pusaka. Kepercayaan masyarakat jawa terhadap kekuatan gaib ditunjukan dengan penghormatan terhadap leluhur yang selalu memberikan kebaikan jika dipuja dengan cara melakukan ritual-ritual adat. Penanggalan jawa yang dimiliki oleh masyarakat jawa juga tidak luput dari unsur mistisisme. Penanggalan yang ada dalan kalender jawa mencakup hari kelahira, hari baik, dan hari buruk yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat jawa. Benda pusaka yang sanagt khas dalam masyarakat jawa adalah keris. Keris merupakan besi berliku yang sangat indah sebagai simbol kekuatan. Keris oleh masyarakat jawa tidak hanya dipandang sebagai perhiasan laki-laki, namun memiliki kekuatan gaib di dalamnya.
Kesenian tari kuda lumping adalah sebuah seni tari yang dimainkan dengan menggunakan peralatan berupa kuda tiruan yang dibuat dari anyaman bambu. Dilihat ritmis, tarian kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran jaman dulu ,yaitu sebuah pasukan kavaleri berkuda. Hal tersebut dapat dilihat dari gerakan seni tari kuda lumping yang dinamis, ritmis, dan agresif seperti gerakan pasukan berkuda ditengah medan peperangan.
Kuda Lumping konon katanya adalah bentuk dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping adalah menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Kesenian tari kuda lumping ini lebih populer didaerah Jawa Timur khususnya Malang, Blitar, Tulungagung dan sekitarnya. Biasanya kuda lumping ini ditampilkan dalam acara tertentu.
Kuda lumping merupakan kesenian Jawa yang penuh dengan unsur mistis di dalamnya. Penari yang mengikuti tarian dengan menggunakan kuda dari bambu akan menjadi kerasukan jin yang di undang oleh sang pawang. Penari akan terus menari tanpa kesadaran mengikuti irama musik sesuai karakter jin yang telah masuk kedalam raga penari. Tanpa kesadaran penari dapat melakukan aksi akrobatik seperti memakan pecahan kaca, mencambuk dan lainnya.  Ada pula penari dengan karakter galak yang mengejar penonton untuk di ajak menari bersamanya. Mistisisme tidak hanya muncul dalam kegaitan pertunjukan saja, namun sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.
Secara umum tari kuda lumping dikenal memiliki empat fragmen antara lain dua golongan tari buto lawas, senterewe dan pegon putri. Segmen buto lawas inilah biasanya penari akan mulai kesurupan dan bahkan para penontonnya sekalian. Tari buto lawas ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari empat hingga enam orang penari.
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini.  Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya Manusia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Bentuk Adaptasi Budaya dalam Masyarakat



2.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sering disebut dengan peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masayarakat (Taylor dalam Sulaeman, 1995:10). Talcott Parsons dalam Alfian (1985:66) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari cara-cara dan aspek-aspek pemberian arti pada laku ujaran, laku ritual, dan berbagai jenis laku atau tindakan lain dari sejumlah manusia yang mengadakan tindakan antar satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem ini, yang biasanya dinamakan sistem budaya, adalah simbol yang memiliki arti bagi orang-orang penggunanya. Sistem budaya (cultural system) merupakan wujud abstrak dari kebudayaan berupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masayarakat. Gagasan yang ada selalu berkaitan dan menjadi suatu sistem. Hartoko dkk. (2001:7) menyatakan bahwa kebudayaan adalah hasil dari pengungkapan diri manusia kedalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya.
Fischer (1980:19) menyatakan bahwa faktor terbentuknya sebuah kebudayaan ada tiga, yaitu geografis, induk bangsa, dan kontak atara bangsa-bangsa dengan berbagai kebudayaan. Faktor geografis merupakan pengaruh wilayah suatu masayarakat yang mendalaminya. Keadaan geografis daerah pegunungan akan berdampak pada budaya masayarakat sekitarnya dalam bercocok tanam, bangunan rumah, dan adat-istiadat lainnya. Faktor induk bangsa juga salah satu dari ketiga faktor yang ada. Induk bangsa merupakan leluhur atau nenek moyang yang banyak ditemui menyebabkan sebuah adat di masayarakat seperti cara ritual selamatan desa. Faktor kontak antara bangsa-bangsa dengan berbagai kebudayaan seperti halnya penjajahan atau perkawinan antar individu yang berbeda kebudayaannya.
     


2.2 Bentuk Adaptasi Budaya dalam masyarakat
Secara alamiah, masyarakat dan kebudayaan akan selalu mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Rudito (1991:3) menyatakan bahwa perubahan dibagi menjadi dua yaitu perubahan phisik dan perubahan pengetahuan dalam masyarakat. Perubahan phisik meliputi perubahan jumlah, dan komposisi penduduk secara kelahiran maupun migrasi; juga perubahan lingkungan phisik alam seperti gunung meletus, gempa bumi, dll yang dapat mengubah cara memahami dan mengintepretasikan pada diri manusia. Teknologi yang berasalah dari dalam masyarakat maupun dari luar dapat membuat sistem pengetahuan masyarakat mengalami pergeseran. Percampuran individu dari masayarakat yang berbeda budaya mengakibatkan interaksi anatar keduanya, sehingga menimbulkan pengaruh dan pergeseran terhadap kebudayaan masing-masing individu. Pengenalan unsur baru dapat mengubah masyarakat berupa perubahan hubungan sosial, struktur sosial, pranata sosial, dan perubahan budaya berupa pengetahuan, aturan, nilai, serta norma yang berlaku di masyarakat.
Penyesuaian diri atar budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor, diataranya faktor intern dan ekstern. Faktor intern menurut Brislin dalam Sulaeman (1995:33) adalah faktor watak (traits) dan kecakapan (skills). Watak adalah segala tabiat yang membentuk keseluruhan kepribadian seseorang.
Kecakapan atau skills menyangkut segala sesuatu yang dapat dipelajari mengenai lingkungan  budaya yang akan dimasuki seperti bahasa, adat istiadat, tata krama, keadaan geografis, keadaan ekonomi, situasi politik, dan sebagainya
Faktor ekstern yang berpengarhterhadap penyesuaian diri diantara budaya adalah besar kecilnya perbedaan anatara kebudayaan tempat asalnya dengan kebudayaan yang dimasuki, peerjaan yang dilakukan, dan Susana lingkungan tempat ia bekerja.

2.2.1 Gegar Budaya
Erlina (2013) menjelaskan bahwa Culture shock atau biasa disebut gegar budaya adalah disorientasi pribadi seseorang mungkin merasa ketika mengalami cara hidup yang asing karena imigrasi atau kunjungan ke daerah baru, atau untuk bergerak antara lingkungan sosial juga perjalanan sederhana untuk kehidupan yang lain. Salah satu penyebab paling umum dari gegar budaya melibatkan individu di lingkungannya yang asing. Dimana Culture shock merupakan suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Di Indonesia sendiri telah banyak counter culture (budaya penanding). Meskipun tersembunyi, budaya tersebut terus mempunyai eksistensi dan pendukung yang cukup banyak. Dalam kaitannya terhadap pariwisata dapat dilihat dari kebiasaan orang Indonesia yang pada awalnya terbiasa mengkonsumsi nasi sebagai makanan sehari-hari kemudian beralih kepada makanan fastfood atau kebiasaan orang Indonesia yang terbiasa dengan berkumpul dengan tetangga atau sanak keluarga di lingkungan sekitar tempat tinggal dan kemudian berpindah untuk berkumpul di cafe-cafe atau sejenisnyalah yang lambat laun akan menjadikan pribadi individualisme.
Culture shock terjadi ketika budaya kita berhadapan dengan cara berpikir yang berbeda atau cara melakukan sesuatu yang berbeda. Ini merupakan bagian dari proses adaptasi budaya. Culture shock sangat wajar terjadi pada siswa pertukaran pelajar yang meninggalkan lingkungan asal mereka yang akrab untuk pergi hidup di negara baru.
Sulaeman (1995:32) menyatakan bahwa selain culture shock terdapat pula peristiwa perubahan kebudayaan yang lain seperti cultural lag, cultural survival, dan cultural conflict.
Cultural lag (ketinggalam kebudayaan) adalah perbedaan anatara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Selang waktu anatara saat benda itu diperkenalkan pertamakali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri dengannya. Suatu lag  terjadi apabila irama perubahan dari dua unsur perubahan memiliki korelasi yang tak sebanding sehingga salah satu unsur tertinggal. Cultural lag  terjadi karena adanya ahsil ciptaan baru yang membutuhkan aturan-aturan serta pengertian yang baru dan berlawanan dengan hukum lama.
Cultural survival adalah suatu konsep yang dipakai untuk menggambarkan praktik yang telah kehilangan fungsi pentinganya, yang tetap hidup dan berlaku semata-mata hanya ada dalam landasan adat-istiadat.
Cultural conflict atau pertentangan kebudayaan yang muncul akibat dari relatifnya kebudayaan atau konflik kebudayaan. Faktor yang menimbulkan konflik kebudayaan adalah keyakinan yang berbeda sehubungan dengan berbagai masalah aktivitas berbudaya.

2.2.2 Proses Penyesuaian Budaya
Sulaeman (1995:32) menjelaskan bahwa ada empat tahap yang membentuk siklus culture shock dalam proses penyesuaian budaya:
1.      Tahap pertama disebut masa bulan madu atau inkubasi. Ini adalah waktu ketika siswa masih menemukan segalanya sebagai hal baru dan menarik.
2.      Tahap kedua disebut krisis atau masa frustasi yang di tandai dengansuatu perasaan dendam. Pada masa ini, kebaruan pengalaman mulai luntur dan banyak perbedaan budaya mulai nampak.
3.      Tahap ketiga disebut kesembuhan atau tahap evaluasi. Siswa akan mulai mengevaluasi budaya baru dan budaya dari tempat asalnya. Setelah memeriksa budaya baru, siswa memutuskan apa yang harus diubah, dipertahankan dan dibuang sama sekali. Dibutuhkan waktu untuk melewati tahap ini, namun hasilnya sungguh signifikan bagi perkembangan pribadi siswa dan tentunya bagi anda dan anggota keluarga anda.
4.      Tahap terakhir adalah proses adaptasi. Penting untuk dicatat bahwa adaptasi budaya tidak memiliki tenggat waktu yang jelas. Tahapan yang berbeda dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Tahapan mungkin tumpang tindih atau berulang. Proses belajar dan beradaptasi dengan budaya baru terus berlanjut sejak saat siswa tiba sampai program berakhir.
Komunikasi adalah kunci ketika berhadapan dengan siswa pertukaran pelajar. Oleh karena itu, dapat sangat membantu untuk duduk dengan siswa dan menanyakan langsung kepada mereka apa yang salah ketika Anda menemukan mereka mengisolasi diri atau memiliki kesulitan dengan aturan rumah dan norma-norma budaya.

2.2.3 Reaksi Individu
        
2.2.4 Etnosentrisme
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.
Siany dalam Mulyadi (2012) memberikan Contoh Etnosentrisme di Indonesia. Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata dalam Mulyadi (2012), carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.
Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Penelitian dan Pengembangan



2.1 Hakikat Penelitian Pengembangan
Semiawan (2007:181) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan adalah perbatasan dari pendekatan kualitatif dan kuatitatif yang menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktik pendidikan. Penelitian dan Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Produk yang dimaksud tidak selalu berbentuk perangkat keras (buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas dan laboratorium), tetapi bisa juga perangkat lunak (software) seperti program untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen,dll. Sugiyono (2010:407) menyatakan bahwa penelitian pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Jadi penelitian pengembangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analsisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif yang disertai dengan kegiatan mengembangkan atau menghasilkan suatu produk serta menguji keefektifan produk yang telah ada untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Munawaroh (2010:1) menyebutkan bahwa penelitian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau ingin menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum, sedangkan pengembangan adalah proses atau cara yang dilakukan untuk mengembangkan sesuatu menjadi baik atau sempurna. Penelitian dan pengembangan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif yang disertai dengan kegiatan mengembangan sebuah produk untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.




 

Penelitian Pengembangan
 
                                      



 



Menghasilkan produk
 
                                          











 











2.2 Prosedur Penelitian Pengembangan
Prosedur atau langkah-langkah penelitian dan pengembangan berangkat dari adanya potensi atau masalah.  Selanjutnya Sugiyono (2010:409-426) menyebutkan bahwa prosedur merupakan langkah-langkah yang dijalankan dalam melaksanakan penelitian pengembangan, yakni:







Right Arrow Callout: Revisi Desain,Right Arrow Callout: Ujicoba Produk,Right Arrow Callout: Revisi Produk Tahap I
 









1.      Potensi dan Masalah
Potensi merupakan sutau kemampuan jika dimanfaatkan dan diolah dengan baik akan memberikan nilai tambah. Sedangkan masalah merupakan hal yang menyimpang dari keadaan seharusnya atau yang diharapkan. Potensi dan masalah yang dikemukakan dalam penelitian harus ditunjukkan dengan data empirik. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain, atau dokumentasi laporan kegiatan dari perorangan atau instansi tertentu yang masih aktual (baru atau up to date).
2.      Mengumpulkan Informasi
Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual dan up to date, maka selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Informasi yang dimaksud adalah informasi tentang hipotesis untuk menggali potensi yang ada dan penyebab masalah tersebut ada untuk kemudian disusun perencanaan produk untuk memanfaatkan potensi dan mengatasi masalah yang timbul tersebut. Di sini diperlukan metode penelitian tersendiri. Metode apa yang akan yang digunakan untuk penelitian bergantung permasalahan dan ketelitian yang ingin dicapai.
3.      Desain Produk
Dalam bidang pendidikan, produk-produk yang dihasilkan melalui penelitian pengembangan (R&D) diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan, yaitu lulusan yang jumlahnya banyak, berkualitas, dan relevan dengan kebutuhan. Produk-produk pendidikan misalnya kurikulum yang spesifik untuk keperluan pendidikan tertentu, metode mengajar, media pendidikan, buku ajar, modul, kompetensi tenaga kependidikan, sistem evaluasi, model uji kompetensi, penataan ruang kelas untuk model pembelajar tertentu, model unit produksi model manajemen, sistem pembinaan pegawai, system penggajian dan lain-lain. Misalnya peneliti akan menghasilkan metode mengajar baru maka peneliti harus membuat rancangan metode menagajar baru.  Rancangan metode baru dibuat berdasarkan penilaian terhadap metode mengajar lama, sehingga ditemukan kelemahan-kelemahan metode lama. Kemudian pencarian informasi terhadap sekolah yang memiliki metode mengajar yang baik, untuk selanjutnya digunakan bahan pengembangan yang disesuaikan, mengkaji referensi mutakhir yang terkait untuk merancang metode baru beserta indikator pelaksanaan dan hasil kerjanya. Hasil akhir penelitian pengembangan berupa produk baru yang lengkap dengan spesifikasinya. Desain produk berupa gambar atau bagan.
4.      Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk, dalam hal ini metode mengajar baru secara rasional akan lebih efektif dari yang lama atau tidak rasional, karena validasi di sini masih bersifat penilaian berdasakan pemikiran rasional, belum fakta lapangan. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.
5.      Perbaikan Desain
Dalam hal ini peneliti memperbaiki produknya yang telah melalui tahap validasi. Tahap validasi merupakantahap dimana peneliti mendiskusikan produknya dengan pakar dan para ahlinya, sehingga dapat diketahui kelemahan produk. Dari kelemahan tersebut selanjutnya produk dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain.
6.      Ujicoba Produk
Ujicoba dalam bidang penelitian pendidikan, desain produk seperti perangkat pembelajaran, metode mengajar baru dapat langsung diuji coba, setelah mangalami tahap validasi dan revisi. Uji tahap awal dilakukan dengan simulasi penggunaan metode mengajar tersebut. Setelah disimulasikan, maka dapat diujicobakan pada kelompok yang terbatas. Pengujian tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi apakah metode mengajar yang baru tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan metodde mengajar yang lama atau yang lain.
7.      Revisi Produk
Jika produk telah diujicobakan pada kelompok yang terbatas dan menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan antara metode baru dengan metode lama. Desain metode mengajar perlu direvisi jika salah satu aspek yang tercapai kurang memuaskan.
8.      Ujicoba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada reivisi yang tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa metodde mengajar baru dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas misalnya pada lembaga pendidikan. Dalam operasinya metode mengajar yang baru tersebut tetap harus dinilai kekurangan dan hambatan yang muncul, untuk perbaikan yang lebih lanjut.
9.      Revisi Produk
Revisi produk ini dilakukan, apabila dalam pemakaian pada lembaga pendidikan yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan. Sehingga perlu adanya revisi guna penyermpurnaan metode lebih lanjut.
10.  Pembuatan Produk Masal
Bila produk yang berupa metode mengajar baru tersebut telah dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka metode mengajar baru tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan
Berbeda dengan Sugiono,Thiagarajan dalam Arifin (2012:128) menyebutkan bahwa tahapan dalam penelitian dan pengembangan ada empat yaitu, define, design, develop, dan disseminate. Tahap define, yaitu tahap studi pendahuluan, peneliti memilih dan menentukan produk yang akan dikembangkan serta merumuskan langkah awal yang dilanjutkan studi leteratur, survey lapangan, observasi, wawancara dan lain sebagainya. Tahap design, yaitu merancang model dan prosedur pengembangan secara konseptual-teoritik. Tahap develop, yaitu melakukan kajian empiric tentang pengembangan produk awal, uji-coba, revisi, dan validasi. Tahap disseminate, yaitu menyebarluaskan hasil akhir keseluruh populasi.
Borg dan Gall dalam Arifin (2012:129) mengembangkan langkah-langkah yang lebih teperinci yaitu; research and information collecting, planning, develop preminary form of product, preliminary field testing, main product revision, main field testing, operational product revision, operasional field testing, final product revision, dissemination, and implementation. Berikut penjelasan dari kesepuluh tahapan yang dikembangkan oleh Borg dan Gall.
1. Research and Information Collecting
Peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mengkaji dan mengumpulkan infomasi. Kegiatan yang dilakukan yaitu menganalisis kebutuhan, kajian pustaka, observasi di awal kelas, identifikasi permasalahan, dan penghimpunan faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran.
2. Planning
Peneliti membuat rencana desain pengembangan produk., tujuan, manfaat, pengguna produk, mengapa produk dianggap penting, tempat pengembangan produk, dan proses pengembangannya. Langkah pengembangan diawali dengan pengembangan produk awal, teknis pelaksanaan uji-coba terbatas, revisi, uji-coba yang lebih luas, revisi produk akhir, diseminasi, dan pelaksanaan.
3. Develop Preminary form of Product
Peniliti mengembangkan produk awal yang bersifat sementara, namun produk harus lengkap dan sebaik mungkin.
4. Preliminary Field Testing
Peniliti melakukan uji-coba terbatas mengenai produk awal di lapangan yang melibatkan anatara dua atau tiga sekolah dengan subjek antara 10-15 orang dan memastikan objek dapat menggunakan produk dengan baik.
5. Main Product Revision
Peneliti melakukan revisi tahap pertama, yaitu perbaikan dan penyempurnaan terhadap produk utama, berdasarkan hasil uji-coba terbatas, termasuk hasil diskusi, observasi, wawancara, dan angket.
6. Main Field Testing
Pelaksanaan uji-coba produk dalam skala yang lebih luas dengan pemilihan sampel secara representative, sehingga produk dapat berlaku secara umum.
7. Operational Product Revision
Revisi tahap kedua dengan memmperbaiki dan menyempurnakan produk berdasarkan masukan dan saran-saran hasil uji-coba lapangan yang lebih luas.
8. Operasional Field Testing
Uji pelaksanaan lapangan denga pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan angket.
9. Final Product Revision
Revisi terhadap produk akhir berdasarkan saran dan masukan dalam uji pelaksanaan lapangan.

10. Implementation
Peniliti mendesiminasikan produk untuk disosialisasikan ke seluruh subjek melalui pertemuan dan jurnal ilmiah, bekerja sama denga penerbit dan memantau mutu.
Prosedur penelitian pengembangan menurut Semiawan (2007:183) dibagi menjadi tujuh tahap yaitu (1) Pengembangan bentuk produk secara awal, (2) Test awal di lapangan, (3) Revisi produk, (4)Kajian lapangan, (5) Revisi produk secara operasiional, (6) Kajian lapangan operasional, dan (7) Difusi. Berbeda dengan Semiawan, Rothman dalam Semiawan (2007:184-185) membagi prosedur penelitian pengembangan sebanyak enam tahap sebagai berikut.
1.      Tahap I adalah pengamatan terhadap masalah pendidikan.
2.      Tahap II adalah temuan konsesus, generalisasi, dan proposisi didasarkan hukum dan prinsip dari berbagai teori dan kajian.
3.      Tahap III adalah konsep aplikatif, produk harus relevan dengan keperluan dari generalisasi yang luas.
4.      Tahap IV adalah membuat awal tentang prosedur produk atau dokumen, materi audiovisual untuk menilai efektivitas konsep yang diaplikasikan.
5.      Tahap V adalah praktik dan outcome kebijakan, disertai aplikasi konsep yang telah dikaji.
6.      Tahap VI adalah mengkomunikasikan konsep secara efktif dalam penggunaan produk.

2.3 Sistematika Penelitian Pengembangan
Sistematika penelitian pengembangan menurut Arifin (2012:136-137) meliputi hal berikut.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Hasil Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
B. Kerangka Berpikir
C. Produk yang akan dihasilkan
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
B. Desain dan Prosedur Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Instrumen Penelitian
E. Analisis Data
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
PERINCIAN BIAYA PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN BIODATA PENELITI
      Berbeda dengan Arifin, Sugiono (2010:428-429) mengklasifikasikan sistem laporan penelitian dan pengembangan sebagai berikut
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
D.    Manfaat
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.    Deskripsi Teori
B.     Kerangka Berpikir
C.     Hipotesis (Produk yang akan dihasilkan)
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Langkah-langkah Penelitian
B.  Metode Penelitian Tahap I
1.      Populasi Dan Sampel Sumber Data
2.      Teknik Pengumpulan Data
3.      Instrumen Penelitian
4.      Analisis Data
5.      Perencanaan Desain Produk
6.      Validasi Desain
C.  Metode Penelitian Tahap II
1.      Model Rancangan Eksperimen Untuk Menguji Produk Yang Telah Dirancang
2.      Populasi Dan Sampel
3.      Teknik Pengumpulan Data
4.      Instrumen Penelitian
5.      Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Desain Awal Produk (gambar dan penjelasan)
B.  Hasil Pengujian Pertama
C.  Revisi Produk (gambar setelah direvisi dan penjelasannya)
D. Hasil Pengujian Tahap Ke II
E.  Revisi Produk (gambar setelah direvisi dan penjelasannya)
F.   Pengujian Tahap Ke III (bila perlu)
G. Penyempurnaan Produk (gambar terakhir dan penjelasannya)
H. Pembahasan Produk
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENGGUNAANNYA
A. Kesimpulan
B.  Saran penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN INSTRUMEN
LAMPIRAN DATA
LAMPIRAN PRODUK YANG DIHASILKAN BERIKUT BUKU PENJELASANNYA

2.4 Kelebihan Penelitian Pengembangan
1.      Pendekatan R & D mampu menghasilkan suatu produk / model yang memiliki nilai validasi tinggi, karena produk tersebut dihasilkan melalui serangkaian uji coba di lapangan dan divalidasi oleh ahli.
2.      Pendekatan R & D akan selalu mendorong proses inovasi produk/ model yang tiada henti / memiliki nilai suistanibility yang cukup baik sehingga diharapkan akan ditemukan produk-produk / model-model yang selalu actual sesuai dengan tuntutan kekinian.
3.      Pendekatan R & D merupakan penghubung antara penelitian yang bersifat teoritis dengan penelitian yang bersifat praktis.
4.      Metode penelitian yang ada dalam R & D cukup komprehensif , mulai dari metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimen.
5.      Apabila dikombinasikan dengan penelitian lain, kajian efektivitas mengentaskan masalah dalam memperbaiki produk.

2.5 Kekurangan Penelitian Pengembangan
1.      Pada prinsipnya pendekatan R & D memerlukan waktu yang relatif panjang,  karena prosedur yang harus ditempuhpun relatif kompleks.
2.      Pendekatan R & D dapat dikatakan sebagai penelitian “here and now”, Penelitian R & D tidak mampu digeneralisasikan secara utuh, karena pada dasarnya penelitian R & D pemodelannya pada sampel bukan pada populasi.

2.6 Contoh Judul Penelitian Pengembangan
1.      Pengembangan Pembelajaran dengan Mendayagunakan Anak yang Cerdas di Kelas.
2.      Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komputer
3.      Pengembangan Model Pendidikan Guru yang Berorientasi Pada Kecerdasan Emosional.
4.      Pengembangan Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Menyenangkan Peserta Didik.
5.      Pengembangan Model Pendidikan Luar Sekolah Bidang Keterampilan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments