Kesadaran



Mendengar cerita sahabatku yang merasa begitu kehilangan, begitu merasa sakit, dan begitu menginginkan kembali. Seseorang yang telah disakiti dan mencoba pergi, seperti yang pernah kulakukan dan kualami. Aku mulai bingung akan perasaan yang ada di dalam diriku. Mulai bimbang pada titik tengah yang mulai ku jalani saat ini. Aku kembali menatap dia yang berada jauh di belakangku. Menatap dia yang tak lagi melihat ke arahku. Begitu sakit ketika aku hanya mampu melihatnya dari kejauhan tanpa bisa meraba raga yang lalu menyayangiku. Raga yang begitu berarti dan semuanya baru kusadari. Begitu menginginkan dan merindukan kembali dirinya. Namun aku merasa semuanya tidak mungkin terjadi kembali. Ketika aku mencerna semua kata yang terlontar kemarin. Ketika aku menerka bahwa dia tidak lagi bahagia bersamaku, dan ketika mereka mulai mendekat padanya.

Sedikit sayatan yang tiap hari bertambah banyak karena rasa yang tak terlontarkan. Perihnya sayatan ketika menyadaridia tak lagi membutuhkanku, sedangkan aku begitu membutuhkan dia. Kesadaran bahwa dia bisa berdiridan berlari kencang tanpa genggaman tanganku, sedangkan aku tak mampu. Kenyataan yang tersodor di depan muka bahwa dia lebih lebar melepas tawanya bersama mereka disbanding denganku, sedangkan aku hanya melepas tawa palsu.

Mencoba untuk menerima apa yang telah menimpa. Mencoba menyembuhkan sayatan. Namun waktu kembali menghancurkan semua keegoisan yang ku bangun untuk menghapusnya. Waktu menyungkurkan aku yang mulai berada di tengah tameng yang ku bangun. Mungkin memang benar,aku harus mencobanya untuk terakhir kali, atau melepaskannya dengan terpaksa. Hanya ada dua pilihan yang harus dipilih untuk memperjelasnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

17 desember 2021 07.45


Dan semua yang mencuat benar-benar terjadi. Ketika ku baca perlahan pesan singkat di handphone ku. Pesan itu darimu, darimu yang selalu ku tunggu untuk menyayangiku kembali. Darimu yang tidak pernah menjauh dan sangat melekat denganku. Namun tidak seperti harap yang sengaja di tulis di sudut kosong tersembunyi. Semuanya membuat saya benci, dan semakin membenci. Tapi saya sadar ini takan bertahan lama, ini harus segera di hapus untuk pencitraan semata. Karena tidak ada satu orang pun untuk di percaya mengetahui semuanya dan melegakan gumpalan yang menyesakan.
Ini begitu sulit di jalani, walau jauh hari sebelumnya sudah ada gambaran ini akan terjadi. Walau sudah ada persiapan sebelumnya. Namun ini benar-benar tidak bisa di terima dan di praktikan ke kehidupan nyata.benar benar layaknya ilmu eksak yang diterapkan oleh mahasiswa bahasa sehingga semuanya akan berbuah NOL.
Sudah saya rasa semenjak semuanya terendus olehnya, semenjak mereka dekat dan kerap berkomunikasi. Terkadang dia milikku menceritakan kesakitan hatinya yang tidak tahu kapan tertusuk, namun begitu sakit terasa. Sayapun terkadang juga merasakan hal yang sama. Tertusuk tanpa mengetahui kapan di lakukan, namun begitu terasa sakit, hingga tidak bisa menyembuhkannya. Karena tidak tahu dimana benda tajam itu menancap. Jemari pun tidak mampu mencabutnya karena tidak menegtahui letaknya.
Dia milikku kerap mengutarakan kekhawatiran terhadapnya. Kekhawatiran akan diriku yang kelak akan berdampingan dengannya. Kekhawatira yang terus saja di ucap tanpa respon dariku. Kekhawatiran yang benar akan terjadi jika terus saja aku memberontak dan mengikuti arus yang ku buat sendiri. Dan kini aku menyadari dan mencoba mempelajarinya untuk diriku sendiri.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments