MATA KULIAH PENGANTAR SASTRA INDONESIA MENGANALISIS CERPEN “ KASUT “ KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO

MATA KULIAH PENGANTAR SASTRA INDONESIA MENGANALISIS CERPEN “ KASUT “ KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO Oleh: Ika Kharizma Putri Rahayu (115110701111004) Dosen Pengampu: Maulfy Syaiful, S.Pd PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012 1. SINOPSIS CERPEN “KASUT” KARYA BERNARDUS SUBEKTI SURYONO. Cerpen “Kasut” Karya Bernardus Subekti Suryono ini membahas tentang seorang anak yang memiliki sebuat kasut dengan paku berkarat menghujam kakinya. Delapan kali dia mencoba untuk membenahinya, namun semuanya sia-sia. Hingga akhirnya dia menulis surat kepada kakak perempuannya di kota “J” tentang kerusakan kasutnya. Kakak perempuannya menjanjikan kasut baru potongan “Italy Shoes”. Di tunggu-tunggunya tanggal gajian yang segera tiba, dibayangkannya seribu angan-angan berkasut idaman yang masih berupa tanda tanya besar. Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakak perepuannya lewat surat, diambilnya paket itu segera. Betapa kagumnya dia melihat sepasang “Italy Shoes” yang kini menjadi miliknya. Pertama kali dia memakai kasut barunya ke sekolah, cara jalannya pun tak lagi tersuruk-suruk. Hanya saja, kasut baru itu membuat jalannya over acting. Seolah-olah berat dalam melangkah, takut kalu terantuk batu, atau mengkilapnya tertutup debu. Dia selalu mencari jalur yang meyakinkan untuk dilaluinya agar sepatu barunya tidak kotor. Di luar dugaan,sesampainya di sekolah dia tidak disambut hangat oleh teman-temannya. Karena beberapa temannya menginjak-injak martabatnya sebagai seorang anak miskin pemilik sah kasut tersebut. Mereka tidak percaya bahwa tokoh dia mampu membeli kasut mewah. Mereka menduga kasut itu hasil dari mencuri atau korupsi. Seminggu setelah dia memakai kasut barunya tersebut, kakinya mulai lecet. Dia beberapa kali memakai kasut lamanya yang akhirnya rusak juga. Di putuskannya memakai sandal marucu untuk pergi ke sekolah. Wali kelas menghukumnya atas hal tersebut, berjemur di terik matahari dari awal hingga akhir sekolah. Setelah kejadian tersebut, dia tampak membatin. Ibunya yang merasakan perbedaan pada diri anaknya berhasil di kelabuhi olehnya. Dia sangat sedih dengan apa yang telah terjadi pada dirinya. Dia menuliskan semua kuluh kesahnya, di selipkannya secarik kertas itu pada skasut barunya. Dia bergegas tidur, melupakan semua yang telah terjadi. 2. TINJAUAN ATAS UNSUR INTRINSIK Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen “Kasut” itu sebagai berikut: 2.1 TEMA Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama, yang digunakan sebagai dasar dalam menuliskan cerita. Tema atau pokok persoalan pada cerpen “Kasut” adalah strata manusia dalam kehidupan sosial. Karena di dalamnya di ceritakan penulis tentang tokoh “Dia” seorang siswa dengan beasiswa yang memakai kasut rusak ke sekolah mendapat julukan “Balada sepatu tua” oleh teman-temannya. Diperkuat dengan kutipan berikut. “Akhirnya aku sepelekan saja kasut itu menganga, mbak. Lucu!- seperti moncong kasutku itu tak ubah seperti moncong beberapa sobat sekolahku yang selalu gencar menggelariku:’Balada sepatu tua’ ”(Adjidarma, 2003:301). Dengan sabar menunggu setengah tahun, akhirnya sang kakak yang tinggal di sebuah kota bersama suaminya membelikan potongan kasut “Italy Shoes” agar adiknya tak lagi mendapat gelar buruk dari teman-temannya. Adjidarma (2003:302) menjelaskan dengan kutipan sebagai berikut. Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, telah datang secarik kertas bercap:”Pos dan Giro” yang meminta kedatangannya ke Kantor Pos. Paket itu segera di ambilnya-dibawa pulang-dan langsung dibukanya dengan disaksikan oleh ibunya. Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanya terasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya. Namun, hal tersebut menjadikan gunjingan dengan berbagai tuduhan tidak bertanggung jawab terlontar dari mulut teman-temannya. Teman-temannya yang dari kalangan kaya merasa tidak terima apabila seorang siswa bergantung dengan beasiswa mampu membeli kasut lebih mewah dari yang mereka kenakan. Seolah tidak ada kata indah dari si kaya untuk si miskin. Hal tersebut diperkuat dengan kutipan berikut. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“-“Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.”-”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” (Adjidarma, 2003:303) 2.2 LATAR Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. 2.2.1 LATAR RUANG 2.2.1.1 SEKOLAH Siapa tahu. Di luar dugaan setiba dia di tempat sekolah, hati yang selama perjalanan tadi bunga tiba-tiba terasa trenyuh. (Adjidarma, 2003:303) 2.2.1.2 RUMAH Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, ... . Paket itu segera di ambilnya-dibawa pulang-dan langsung dibukanya dengan disaksikan oleh ibunya. Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanyaterasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya. (Adjidarma, 2003:302) 2.2.1.3 DESA Di desa yang setengah kota itu tak dikenal lalu lintas macet, kecuali pada hari-hari penting macam grebegan, misalnya-tapi hal itu bukan masalah baginya. (Adjidarma, 2003:300) 2.2.1.4 KANTOR POS Lepas beberapa hari seperti apa yang pernah dijanjikan kakaknya lewat suratnya, telah datang secarik kertas bercap:”Pos dan Giro” yang meminya kedatangannya ke Kantor Pos. Paket itu segera di ambilnya- ... . (Adjidarma, 2003:301) 2.2.1.5 JALAN ”Dia memang gagah. Kasut itu mulai nampang keesokan harinya ke tempat sekolah. Jalannya pun dia mulai sedikit stabil dan tidak tersuruk-suruk seperti kemarin pagi. Hanya saja, sugesti kasut baru itu belum juga lepas dari improvisasi kaku yang tak artistik dalam langkahnya yang over acting itu. Dia seolah-olah berat dalam melangkah. Takut kalau-kalau kasut yang baru itu terantuk batu; atau kalau tidak, mengkilapnya tertutup debu. Dia selalu menjada kewaspadaannya dalam membawa langkahnya ke jalur-jalur yang memungkinkan. Dicarinya jalur yang meyakinkan. Tidak berdebu, tidak berbatu tajam, pun juga tidak berbecek kendati kemarau ini panjang”(Adjidarma, 2003:302). 2.2.1.6 KAMAR Adjidarma (2003:305) menyatakan bahwa “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam ini aku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku,” demikian monolog batinnya-lalu dia tertidur”. 2.2.2 LATAR WAKTU 2.2.2.1 PAGI HARI “Dia memang gagah. Kasut itu mulai nampang keesokan harinya ke tempat sekolah. Jalannya pun dia mulai sedikit stabil dan tidak tersuruk-suruk seperti kemarin pagi” (Adjidarma, 2003:302). 2.2.2.2 MALAM HARI “Amat beralasan tiba-tiba saja dia tersenyum sendiri. Senyum sehat yang tak sinnting dan tak sumbing itu adalah suatu tanda akn kegembiraannya. Jam delapan belas waktu arloji tuanya dia mulai membayangkan bahwa kakaknya sudah ayu dengan dandan yang ala kadarnya untuk ke toko sandang sambil menggundit Warsi, anaknya” (Adjidarma, 2003:302). 2.2.2.3 SIANG HARI “Kali ini dia menjaani vonisnya dengan berjemur diri di terik matahari sedari awal hingga bubaran sekolah. Sang wali kelas yang sekaligus selaku hakim dalam menangani kasus kasutnya tampak disambut riuh tepuk tangan tatkala menjatuhkan vonisnya” (Adjidarma, 2003:304). 2.2.3 LATAR SOSIAL 2.2.3.1 EKONOMI LEMAH Adjidarma (2003:300) menjelaskan dengan kutipan berikut. Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya. Dia mencabut paku-paku bengkong itu dengan menggantinya yang baru. Tapi, yang membuat dia hilang kesabarannya, pertolongan yang berulang kali itu ternyata hanya bersifat semantara saja. Beberapa kali setelah dia betul-betul kehilangan ketelatenannya untuk mereparasi kasutnya sendiri, akhirnya dia menulis sepucuk surat pada kakak perempuannya di kota “J”, dan basa-basi tentang kerusakan pada kasutnya itu dia ceritakan juga. 2.3 ALUR 2.3.1 MAJU Dijelaskan oleh Adjidarma (2003:305) pada kutipan berikut. Tepat seminggu sejak dia mengenakan kasut yang baru itu dia sudah merasakan perih pada tumit kaki dan batinnya. Uang tabanasnya terpaksa berkurang dan tumitnya tampak lecet akibat gesekan dua kulit yang hidup dan mati. Ketika kulit ari itu mulai terkelupas, esok harinya ia terpaksa mengenakan kasut tuanya; yang ndillah belum diloak. Pikirnya, untuk sementara saja,tapi hal seperti itu tak menolong banyak. Dan hari berikutnya dengan menyesal sekali dia terpaksa bersandal mercucu ke tempat sekolah. Kesalahan yang tak terpikir panjang itu semula tak disadarinya. Baru setelah wali kelas mendamprat, dia mulai merasa. Merasa akan kekeliruannya, juga merasa ketidakadilan akan vonis yang harus dijalani. Dia tak habis pikir mengapa demikian mudah seorang wali kelas terhasut oleh beberapa sobat sekolahnya yang dendam padanya. Boleh jadi mereka dendem karena dia yang terpandai di kelasnya demikian kikir di saat ulangan. 2.4 PENOKOHAN 2.4.1 DIA 2.4.1.1 Kerja Keras ”Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya”(Adjidarma, 2003:300). 2.4.1.2 Sabar “Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Hati-hati” (Adjidarma, 2003:300). 2.4.2 KAKAK PEREMPUAN 2.4.2.1 Penyayang terhadap adiknya “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. Aku sudah berembuk dengan Mas Jarot iparmu, dan dia menyanggupi bahwa gajian nanti akan membelikanmu sepasang kasut potongan ‘Italy Shoes’. Yang penting saat ini binalah ketelatenanmu kembali penuh kesabaran” (Adjidarma, 2003:301). 2.4.3 IBU 2.4.3.1 Perhatian Dijelaskan Adjidarma (2003:305) dalan kutipan berikut. “Sesudah kejadian itu, belakangan hari dia tampak membatin. Sang ibu yang merasakan perubahan atas diri anaknya penah juga menanya, tetapi berkat pandainya dia mencari dalih sang ibu pun tak lagi banyak bertanya. Baru setelah dia memerlukan sebuah pengaduan untuk menyalurkan kedongkolan hatinya. Akhirnya diambil sebuah pensil dan dia menulisdi secarik kertasbekas pembungkus kasut barunya. 2.4.4 MAS JAROT 2.4.4.1 Baik hati “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. Aku sudah berembuk dengan Mas Jarot iparmu, ... . Teruskan saja usaha halal itu, aku dan Mas Jarot senantiasa dan berdoa.” (Adjidarma, 2003:301) 2.4.5 TEMAN SEKOLAH 2.4.5.1 Suka mencela Adjidarma (2003:303) menjelaskan dalam kutipan berikut. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“ “Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.” ”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” 2.4.6 WALI KELAS 2.4.6.1 Tegas Adjidarma (2003:304) menjelaskannya dalam kutipan berikut. Vonisnya yang memberatkan karena dalih lecet pada tumitnya adalah suatu hal yang disengaja; yang sebenarnya hal itu dapat di tanggulangi dengan menutup lecet itu dengan tensoplas yang seharga sepuluh perak sebuahnya. Sedang hal yang meringankan; seperti dia seorang bintang pelajar; juga mengingat tak pernah mengalami hukuman di sekolah, ternyata tak di pandang. Aneh! 2.5 TITIK PENGISAHAN Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Di dalam cerpen ini, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas, memposisikan dirinya sebagai pencerita yang terbatas hak ceritanya. Ia hanya menceritakan apa yang dialami tokoh yang menjadi tumpuan cerita. Hal tersebut diperkuat Adjidarma (2003:300) dengan kutipan berikut. Di desa yang setengah kota itu tak dikenal lalu lintas macet, kecuali pada hari-hari penting macam grebegan, misalnya-tapi hal itu bukan masalah baginya. Sebab sembilan puluh persen pada hari-hari penting macam itu dia libur sekolah; sehingga kasut rusak yang senantiasa dipakainya itu tampak menganggur sekehendak hatinya. Kalaupun pada hari-hari biasa di waktu dia sekolah, masalah kasut seolah-olah menjadi kasus baginya. Kasut itu tak saja sebuah beban atas kakinya, tapi juga merupakan beban yang paling berat bagi batinnya 2.6 GAYA Gaya bahasa adalah cara khas dalam mengungkapkan pikiran atau perasaan melalui bentuk bahasa dalam bentuk lisan atau tulisan. Di dalam cerpen ini pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada beberapa kata yang kurang efektif, seharusnya tidak perlu digunakan. Seperti kata dengan, dan, jam untuk menunjukan waktu, dan bahasa daerah yang tidak di cetak miring sehingga pembaca yang tidak mengerti atau kurang memahami apa yang dimaksud oleh pengarang. Hal tersebut diperkuat dalam Adjidarma (2003:305) dengan kutipan berikut. “Jam delapan belas waktu arloji tuanya dia mulai membayangkan bahwa kakaknya sudah ayu dengan dandan yang ala kadarnya untuk ke toko sandang sambil menggundit Warsi, anaknya” Serta kutipan berikut. “Serr...darahnya tiba-tiba terasa tersirap. Matanya terasa jeli dan amboi. Dia betul-betul kagum melihat dimensional sepasang “Italy Shoes”-nya”(Adjidarma, 2003:302). 2.7 AMANAT Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui serita yang di buatnya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen “kasut” yaitu: 1. Bersabar adalah sifat yang harus dimiliki seorang anak untuk mengerti keadaan orang tua. Karena orang tua pasti memberiyang terbaik untuk anaknya; “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam ini aku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku, ... . “(Adjidarma, 2003:305). 2. Berusaha keras untuk meraih cita-cita walaupun dengan keterbatasan materi, karena manusia diberi kelebihan yaitu akal dan kepandaian untuk meraih puncak yang tertinggi dalam hidupnya; Setengah tahun yang lalu tanda-tanda kerusakan pada kasutnya itu memang sudah dirasakannya tatkala anak-anak paku berkarat mulai aktif menghujam kakinya. Sebenarnya sudah lebih tujuh-delapan kali dia membenahi kerusakan atas kasutnya. Dia mencabut paku-paku bengkong itu dengan menggantinya yang baru. (Adjidarma, 2003:300) 3. Membantu meringankan beban orang tua, dengan bekerja sepulang sekolah, bukanlah hal yang buruk. Hal tersebut merupakan kegiatan mulia seorang anak terhadap orang tuanya. “Tentang kasut itu tak perlu kau permasalahkan. ... . Aku dengar dari surat ibu bahwa sepulang engkau dari sekolah, engkau sudah menggenjot sepeda juraganmu yang babah itu ke tempat langganan. Teruskan saja usaha halal itu, aku dan Mas Jarot senantiasa dan berdoa.” (Adjidarma, 2003:301) 4. Tidak boleh membeda-bedakan teman dan mengejek teman yang kurang mampu. Karena akan melukai perasaannya. “Mendobrak toko siapa semalam,” demikian ejek sorang sahabatnya yang terpandang kaya, dan kemudian disusul secara bergiliran oleh yang lain. “Korupsi kali!“-“Bukan. Dia pengoper susu teladan, kok.”-”Ah, siapa bilang. Itu hasil dia merayu anak juragannya yang perempuan!” Ingin sekali dia menangis. Melawan dengan kekonyolah bertinju dan saling tonjok adalah kekalahan. Dia harus menang. Menang melawan emosi adalah menang dua kali. (Adjidarma, 2003:303) 5. Seorang anak hendaknya pandai menjaga perasaan orang tuanya. Karena orang tua sudah penat akan masalah dalam kehidupan sehari-hari. “Aku tak ingin memukul jantung ibu dengan kasut. Dan, malam in iaku ingin mimpi. Mimpi yang indah di dunia lain, tak seperti duniaku,” demikian monolog batinnya-lalu dia tertidur. (Adjidarma, 2003:305) 6. Harus menaati peraturan yang sudah ada jika tidak ingin di hukum. Karena hukum tidak memandang status sosial. Vonisnya yang memberatkan karena dalih lecet pada tumitnya adalah suatu hal yang disengaja; yang sebenarnya hal itu dapat di tanggulangi dengan menutup lecet itu dengan tensoplas yang seharga sepuluh perak sebuahnya. Sedang hal yang meringankan; seperti dia seorang bintang pelajar; juga mengingat tak pernah mengalami hukuman di sekolah, ternyata tak di pandang. Aneh! (Adjidarma, 2003:304) PERTANYAAN 1. Apa tema utama yang akan disampaikan oleh pengarang? Apakah tema yang disampaikan oleh pengarang itu berkaitan dengan konteks masyarakat pada saat cerpen tersebut dilahirkan(hingga saat ini)? Jelaskan! Tema utama yang di usung dalam cerpen “Kasut” karya Bernardus Subekti Suryono adalah status sosial dalam masyarakat. Kisah seorang anak miskin yang bersekolah dengan beasiswa kerap menjadi bahan olok-olokan oleh teman-temannya yang mayoritas kalangan berada. Tokoh “Aku” mendapat kasut mewah dari kakaknya karena mampu meraih beasiswa dalam pendidikan. Teman-temannya pun tidak bisa menerima kebahagiaan yang di dapat tokoh “Aku”. Karena menganggap tokoh “Aku” tidak pantas memakai kasut mewah yang belum dimiliki siswa di sekolahnya. Teman-teman tokoh “Aku” merasa seorang siswa dengan beasiswa tidak pantas di sejajarkan dengan mereka yang berada. Apabila di kaitkan dengan konteks masyarakat pada saat cerpen dilahirkan(hingga saat ini) merupakan hal yang berkaitan. Karena dalam masyarakat sosial terdapat strata sosial yang menempatkan seseorang pada posisi sesuai dengan keadaan ekonomi. Strata tertinggi dimiliki oleh golongan ekonomi kuat dan sebaliknya. Hal tersebut menimbulkan kelas sosial dalam masyarakat. Tema yang diangkat mulai cerpen dilahirkan hingga sekarang merupakan hal yang selalu terjadi di dalam masyarakat. Karena golongan kelas sosial tinggi yang selalu meremehkan kelas di bawahnya dan bertindak sewenang-wenang. Mereka menganggap materi (uang) memiliki kedudukan tertinggi yang mampu membeli apapun. Hal ini terjadi pada masa cerpen dilahirkan hingga saat ini. 2. Berkaitan dengan contoh di dalam cerpen, setujukah anda dengan sikap/ tindakan/perilaku yang dilakukan oleh tokoh utamanya? Jelaskan jawaban anda! Tidak, pada sikap diamnya ketika digunjing teman-temannya,memakai sandal ke sekolah, dan menyimpan kembali kasutnya. Karena seharusnya Tokoh “Aku” menjelaskan kepada teman-temannya tentang kasut yang dia miliki. Sehingga tidak ada kalimat-kalimat tak bertanggung jawab terlontar dari mulut mereka yang menyebabkan beban mental dalam hari-harinya mengenakan kasut itu. Untuk pemakaian kasut, semestinya dia tidak perlu over acting yang berakibat lecet pada kakinya. Kaki yang lecet pun bukan alasan untuk melanggar tata tertib dalam sekolah apabila ada solusi yang lebih baik dari pada memakai sandal ke sekolah. Karena hal tersebut telah melanggar peraturan yang ada di dalam sekolah. Peraturan akan menghukum siapa saja yang melanggarnya. Terlebih seorang kerdil yang hanya mengandalkan beasiswa. Tentang kasut yang disimpan kembali di tempatnya. Sugguh bukan hal yang benar karena kakaknya telah berusaha membelikannya, sangat tidak menghargai apabila harus tidak di pakai hanya karena pergunjingan mulut-mulut kurang dewasa. Namun, ada beberapa hal dalam karakter tokoh utama yang baik dan membuat kagum. Membantu meringankan beban orang tuanya dengan bekerja sepulang sekolah dan menjaga perasaan ibunya merupakan sifat yang luar biasa seorang anak. Karena biasanya di umur serupa, anak masih tidak bisa melakukan hal tersebut. Mungkin faktor status dan ekonomi yang mendorong memiliki dan melakukan hal luar biasa seperti itu. 3. Cerpen yang anda pilih adalah cerpen terbaik Kompas pada tahun tertentu. Menurut pertimbangan anda, mengapa cerpen tersebut dipilih oleh Kompas sebagai cerpen yang terbaik? Menurut saya, cerpen “Kasut” dipilih karena tema yang diangkat menarik. Kehidupan dalam masyarakat yang terdapat perbedaan status sosial di dalamnya. Pengisahan tentang si kaya dan si miskin yang pada saat cerpen dilahirkan hingga saat ini merupakan tema yang tidak akan mati oleh masa. Hal itu disebabkan kejadian tersebut masih saja terjadi di dalam masyarakat dari masa ke masa. Peninandasan oleh si kaya terhadapsi miskin. Serta penceritaan yang menarik oleh penulis dengan alur, tokoh, dan bahasa yang bagus. Sehingga pihak kompas tertarik dan memilihnya sebagai salah satu cerpen terbaik kompas. 4. Kutiplah salah satu alinea yang menurut anda menarik! Beri alasan! “Seorang pembimbing tak selalu berjiwa pembimbing. Itu wajar. Dan aku pun sadar. Mereka manusia, manusia yang kerdil. Barang kali kalau semua pembimbing berjiwa tauladan, kesimpulan dalam kepemimpinan tak dikenal kesimpulan “Seni”. Beasiswa seolah-olah mandul. Siswa tauladan mungkin pula sebuah gelar gadungan selama sekolah masih menerima pungli. Dan, penilaian yang pincang, agaknya selalu kekal dan rumit di diduga. Murid adalah orang-orang bodah yang perlu digiring akan arah kebodahan pula”(Adjidarma, 2003:305). Menurut saya, dalam kutipan di atas sangat menarik. Karena tokoh utama mencurahkan semua beban yang ada di pikirannya dalam sepucuk surat. Memprotes semua yang dialaminya, dari cemooh teman-teman sekolahnya hingga vonis yang dijatuhkan wali kelas karena memakai sandal akibat kaki lecet ke sekolah. DAFTAR PUSTAKA Ajidharma, S. G. 2003. Dua Kelamin Bagi Midin. Jakarta: PT Pustaka.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar