Keterkaitan Pendidikan dengan Kemakmuran Masyarakat Indonesia
Ika
Kharizma Putri Rahayu/115110701111004
Universitas
Brawijaya-Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Indonesia
adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Berbagai
suku budaya menjadi bagian dari negara Indonesia. Kekayaan dan keindahan alam
Indonesia juga menjadi magnet tersendiri bagi negara-negara di dunia.
Rempah-rempah dan bahan tambang yang melimpah terkandung di tanah Indonesia
dari Sabang dampai Merauke. Hal tersebut menyebabkan Indonesia menjadi incaran
penjajah yang ingin menguasai kekayaan Indonesia. Beberapa kali Indonesia dijajah dan di
eksploitasi SDA maupun SDM-nya oleh negara besar, namun kekayaan alam Indonesia
tak pernah habis.
Kekayaan
alam Indonesia yang melimpah tersebut belum mampu mensejahterakan
masyarakatnya. Kondisi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang sangat kaya
belum mampu di kelola sendiri oleh SDM
Indonesia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertanggung jawab untuk mengelolah
dan melestarikan kekayaan alam sangat minim. Akibatnya, SDA yang dimiliki
Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Orang-orang pribumi dalam hal pengolahan
SDA yang di kandung tanah Indonesia untuk menjadi pegawai tak mampu menduduki
jabatan penting di dalamnya. Kebanyakan masyarakat pribumi hanya menjadi buruh
tak tetap dengan gaji yang sangat minim. SDM Indonesia terbiasa dijajah,
sehingga mereka dengan senang hati menyerahkan kekayaan alamnya untuk dikuasai
oleh negara asing. Keuntungan terbesar diambil oleh pihak asing, sedangkan
pihak pribumi hanya mendapatkan pekerjaan dengan gaji minim serta kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh pihak asing yang kebanyakan tidak menaati
peraturan-peraturan pembuangan limbah. Fenomena seperti ini tak ubahnya
penjajahan secara halus terhadap tubuh negara ini, tidak sadarkah masyarakat
Indonesia akan hal ini? Mereka yang hanya mendapatkan secuil dari hasil alam
mereka sendiri karena sebagian besar hasil alam di kirim ke negara-negara
asing. Menanggapi hal tersebut, masyarakat Indonesia hanya acuh seakan tidak
peduli karena mereka pikir masalah tersebut yang wajib menyelesaikan pemerintah.
Padahal jika dapat ditarik benang merah dari permasalahan tersebut, pendidikan merupakan
faktor utama terjadinya permasalahan tersebut. Apabila kekritisan masyarakat
tajam, mereka dapat menyadari dan mulai mengubah pola pikirnya. Masyarakat kecil
semakin kerdil pemikirannya, mereka terpaku pada jalan hidup yang sudah
tergaris di turunannya tanpa ada pemikiran untuk maju kedepan. Inilah akibat
dari rendahnya pendidikan untuk masyarakat di Indonesia.
Wajib
belajar yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu 12 tahun, namun pemerintah masih
belum seutuhnya bertindak untuk mensukseskan program tersebut. Banyak siswa
lulusan SMP di daerah-daerah yang enggan melanjutkan pendidikannya karena biaya
masuk ke sekolah SMA mahal serta ketidaktahuan mereka akan program pemerintah
yang baru. Kebanyakan masyarakat di Indonesia menyampingkan pendidikan. Anggapan
bahwa tanpa menempuh pendidikan yang tinggi dan memakan banyak biaya, anak
mereka masih mampu mendapatkan uang untuk hidup mereka. Pikiran bahwa anak seorang petani tidak perlu menempuh
pendidikan hingga perguruan tinggi, karena pekerjaan mengolah sawah bisa
dikerjakan tanpa harus susah payah memasukan anaknya ke sekolah dengan biaya
tinggi. Akibatnya, pendidikan masyarakat Indonesia rendah dan tidak mampu bertindak
ketika SDA di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Padahal jika pikiran mengesampingkan
pendidikan masih saja dipertahankan, tidak akan ada peningkatan mutu kehidupan
di Indonesia. Masyarakat miskin akan tetap mejadi miskin, bahkan semakin
miskin, sedangkan masyarakat kaya akan semakin kaya. Pemikiran salah yang
sering terjadi pada masyarakat daerah perlu dihapuskan dengan mengadakan
sosialisasi pentingnya pendidikan. Sehingga mereka mampu bersaing dengan
masyarakat kota dalam hal pendidikan maupun kesejahteraan hidup serta apabila
hal tersebut dapat terwujudkan, maka pendidikan di Indonesia akan mengalami
kemajuan yang sangat pesat serta mampu mengolah sendiri SDA yang ada untuk
kemakmuran bangsanya sendiri.
Tidak
hanya pemikiran masyarakat yang tidak berkembang tentang pentingnya pendidikan,
kesalahan sistem pendidikan yang ada di Indonesia juga berperan dalam
mempengaruhi kemunduran dan keterpurukan kesejahteraan hidup di indonesia. Sistem
pendidikan di Indonesia memiliki jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang setara dengan SMA. Dari ketiga jenjang tersebut, pada SD dan SMP
memiliki materi pembelajaran yang masih umum, dimana siswa diminta untuk
mempelajari teori keilmuan tanpa adanya penjurusan minat dan bakat sejak dini
terhadap siswa. Padahal dengan system seperti itu, siswa cenderung terpaksa
ketika mempelajari teori tersebut apabila sudah ada bakat nonakademik di diri
mereka sehingga siswa cenderung meremehkan mata pelajaran yang ada di sekolaah.
Menginjak jenjang SMA, siswa dijuruskan ke dalam beberapa jurusan seperti IPS,
IPA, dan Bahasa. Ketiga jurusan tersebut mencakup bidang yang berbeda, namun
siswa kurang mampu mengaplikasikan materi yang di dapat saat sekolah ke dalam
dunia kerja apabila pendidikan hanya sampai SMA saja. Pengecualian untuk siswa
yang memilih masuk ke SMK, disana siswa mendapatkan ketrampilan khusus dengan
materi yang sudah terfokus sehingga siswa dipersiapkan terjun langsung ke dunia
kerja setelah lulus. Pada intinya, masyarakat Indonesia dianjurkan untuk
menempuh pendidikan minimal SMK agar dapat bersaing di dunia kerja setelah
lulus karena sebagian besar apabila lulusan SMA hanya bisa menjadi Office Boy di lembaga negara maupun
swasta dengan gaji yang sangat minim. Beberapa orang dengan keberuntungan
tinggi, keuletan, dan bakat yang dibawa sejak kecil pengaruh didikan orang tua
saja yang mampu memperoleh keberhasilan di dunia kerja sengan ijazah SMA. Hal
tersebut terjadi karena siswa SMK dinilai lebih unggul di dunia kerja di
bandingkan siswa SMA. Siswa SMK yang dididik dengan praktek tentu memiliki
pengalaman lebih pada bidangnya, sedangkan siswa SMA mampu melakukan hal
tersebut setelah mendapat binaan khusus. Padahal perusahaan tidak memiliki
banyak waktu untuk sekedar membina, perusahaan tentunya ingin memperoleh
keuntungan secepat mungkin.
Tes
evaluasi yang sering dilakukan di Indonesia seperti UTS, UAS, dan UN dinilai
membebani mental para siswa. Siswa belajar selama 6 tahun pada SD dan 3 tahun
pada SMP serta SMA hanya ditentukan dengan ujian beberapa hari saja. Hal ini
sangatlah tidak bijaksana karena membebani mental, bahkan dapat merusak mental
bangsa, karena siswa akan merasa kecewa dan takut apabila tidak lulus UN disamping
mereka tidak ingin mempermalukan diri sendiri dan orang tua. Keyakinan yang
dimiliki tersebut dapat membawa dampak negatif apabila siswa tidak dapat
memilah dengan baik apa yang harus dilakukan, akibatnya siswa akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan nlai yang memuaskan dan sekedar lulus. Tidak
heran sehingga sekarang ini marak terjadinya kebocoran soal UN dimana hal
tersebut telah merusak mental bangsa menjadi menghalalkan kecurangan untuk
mendapatkan yang di inginkan.
Menjauh
dari soal UN, pemberian pekerjaan rumah yang sangat banyak oleh guru serta sistem
belajar satu arah yang diterapkan mengakibatkan siswa Indonesia dididik dengan
arahan terjajah. Siswa diminta mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk, padahal
tugas yang banyak tidak menjamin siswa dapat menyerap ilmu yang diberikan
justru hal tersebut dapat mengurangi waktu bermain siswa yang sangat penting
untuk perkembangan nonakademiknya.
Biaya
pendidikan di Indonesia yang terhitung mahal ikut menjadi masalah rendahnya
pendidikan di indonesia. Memang ada dana operasional yang dikhususkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, namun dana tersebut hanya untuk sekolah negeri.
Sekolah swasta hanya mengandalkan dana dari siswa, dengan kata lain siswa yang
bersekolah di sekolahan swasta harus mengeluarkan biaya lebih besar daripada
siswa yang bersekolah di negeri. Kebanyakan siswa di Indonesia memiliki tingkat
kepintaran rata-rata sehingga untuk menembus masuk ke sekolah negeri sangatlah
sulit sehingga mau tidak mau mereka harus masuk ke sekolah swasta dengan biaya
tinggi apabila memang berniat untuk meningkatkan pendidikan, namun jika tidak
ada materi yang digunakan pastilah bekerja menjadi jalan terbaik. Tidak heran
jika banyak di temui di Indonesia anak di bawah umur sudah ikut orang tuanya
mengolah sawah, kepasar, bahkan ikut ayahnya menjadi tukang bangunan. Hal
tersebut dikarenakan biaya yang tidak bisa dipenuhi untuk masuk kedalam sekolah
swasta. Apalagi dengan adanya pengklasifikasian sekolah dengan standart
tertentu yang mengakibatkan perbedaan status sosial terhadap siswa. Pendidikan
yang semacam itu dapat menurunkan kepercayaan diri anak sehingga anak cenderung
pasif serta enggan dalam melakukan pendidikan. Seharusnya pemerintah menjamin
semua dana sekolah swasta maupun negeri agar pendidikan bisa merata. Karena jika dibandingkan jumlah sekolah
negeri lebih sedikit dibanding sekolah swasata. Hal tersebut berarti, anak
Indonesia lebih banyak yang menempuh pendidikan di sekolah swasta tanpa dana
bantuan pemerintah dari APBN maupun APBD .
Apakah
sudah dipikirkan hal tersebut? Tidakkah banyak anak negeri ini yang belum di
penuhi haknya untuk memperoleh pendidikan yang layak sesuai dalam UUD 1945 yang
menjadi dasar hukum Negara Indonesia. Pemerintah layaknya mulai berbenah diri
dan melihat ke bawah. Melihat penderitaan rakyat yang semakin mengalami
kemunduran moral maupun kesejahteraan hidup. Mulai membenahi sistem yang dirasa
kurang maksimal pengaplikasiannya terhadap dunia sesungguhnya.
Pendidikan
sebagai pilar utama yang harus dibenahi akan mampu mengangkat pilar-pilar
lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya untuk menegakan kembalu kemakmuran
yang pernah dirasakan oleh bangsa Indonesia. Kemakmuran kemerdekaan yang
dirasakan masyarakat di negerinya sendiri. Tidak seperti saat ini, Indonesia
telah dijajah secara halus oleh Negara-negara asing. Masyarakat Indonesia yang
lebih senang dengan produk asing dibandingkan dengan produk sendiri. Padahal
dengan membeli produk sendiri akan mensejahterakan masyarakat indoensia serta
dapat menjamur di dunia. Seperti halnya Negara korea yang mampu bangkit dari
keterpurukan setelah merdeka dengan waktu 50 tahun. Seharusnya Indonesia yang
memiliki kekayaan alam dan Sumber Daya Manusia mampu bangkit dari keterpurukan,
bukan malah lebih terperosok dengan jatuhnya moral bangsa seperti saat ini.
Marilah kita mulai dari membangun kembali tatanan pendidikan yang telah
melenceng sehingga menimbulkan banyak permasalahan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar