Sinopsis Cerpen Batas Tidur Karya Gde Aryantha Soethama


            Cerpen Batas Tidur Karya Gde Aryantha Soethama menceritakan tentang beberapa orang yang mengikuti seorang bernama Guru Tung yang sehari-hari sibuk mengurus kebun, beristirahat di gubuk beratap alang-alang, dengan tiang-tiang dan sekat bilik dari kayu. Orang-orang kemudian menyebut tempat itu sebagai pedukuhan Astungkara. Dalam cerita, Guru Tung mengajarkan sebuah ilmu  melepas roh dari raga, sehingga dapat tamasya melayang-layang seringan kapas. Aji batas tidur dapat mengantarkan sesorang pada kematian apabila ketika roh telah keluar dalam tubuh dan seseorang dalam dunia nyata memindahkan atau menggeser raga yang tenah tergeletak, maka roh tidak akan pernah kembali pada raganya yang telah di pindahkan.
            Banyak orang ingin menguasai aji batas tidur karena bisa memilih hari kematian yang diinginkan daripada minum obat mahal tak kunjung menyembuhkan dan terus memiskinkan sehingga kematian bukan lagi maut yang seram menakutkan dan merepotkan, namun sebuah pilihan yang kapan pun bisa diselesaikan sesuai keinginan, bisa dihitung seperti bilangan. Hingga seorang terpidana mati yang divonis tujuh tahun bernama  Dingkling berhasil menguasai aji batas tidur. Sehari sebelum ia di tembang mati atas vonisnya, Dingkling meminta untuk mengunjungi pedukuhan Astungkar. Disana Dingkling melakukan batas tidur di dampingi dua sipir, ketika menjelang pagi, Dingkling tidak juga terjaga dari tidurnya hingga kedua sipir menggoyangkan tubuhnya dan memindahkan tubuh Dingkling ke dalam bilik sehingga roh Dingkling tidak akan kembali lagi pada tubuhnya. Kejadian meninggalnya terpidana hukuman mati tewas di pedukuhan Astungkara beberapa jam menjelang eksekusi menjadi berita besar, disiarkan televisi berulang-ulang, merambat cepat lewat pesan singkat telepon seluler. Hingga menjelang petang ada gerombolan orang riuh di depan pedukuhan mengacungkan kelewang dan menggenggam batu yang diambil dari sungai, siap dilempar ke pondok. Empat pemimping gerombolan masuk menemui Guru Tung, namun ketika mereke masuk hanya menemui seonggok abu. Mereka mengira itu hanyalah abu sisa pemujaan, kemudian mereka menendang abu itu hingga berserakan. Tiba-tiba muncul cahaya terang benderang menyilaukan, seperti telah terjadi gemuruh dentuman ledakan bom. Keempat ketua itu menjerit-jerit keluar halaman pedukuhan, menahan panas pada mata, karena kilatan benderang cahaya, telinga mendenging tuli, dan kerongkongan tercekat oleh hawa panas yang membuat gagap untuk bicara. Ternyata Guru Tung melakukan aji batas tidur yang memilih saat untuk mati mengeluarkan energi panas membakar raga sendiri hingga menjadi abu dan cahaya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

1 komentar:

Dedy Febrianz mengatakan...

aku suka alur ceritanya, tapi aku belum paham maksud sebenarnya dari isi cerpen ini,, kenyataan apa yang terkandung dalam cerpen ini??? tolong di bantu dong??

Posting Komentar