Secarik
Merah Muda di Bangku Kuliah
Karya:
Ika Kharizma Putri Rahayu
Daun-
daun seakan bersorak gembira ketika semilir angin menghantam. Menari-nari di
udara dengan indah layaknya musim gugur dan kemudian terhempas di tanah. Kuinjak
mereka dengan sedikit tendangan hingga semburat di akhir langkahku. Halaman
fakultasku nampak seperti lautan daun kering. Kakiku tengah bergerak tanpa arah
di teriknya sinar mentari yang sejuk. Berhenti sejenak di tingkungan trotoar
menatap sesosok yang membuat mata tak mampu berkedip. Hati terus berniat
mengantar sosok itu dengan sorotan mata, namun akal berontak dan memenangkannya.
Kupalingkan wajah dari sosok yang semakin menjauh. Beriring menghilang tubuhmu
di telan pintu, kakiku bergerak mengikuti tuk mencari sosok itu.
Kembali
berhenti langkah kaki ketika kutemui sahabatku yang tengah duduk di bawah
tangga. Ku hampiri Reza yang ternyata sedari tadi telah di sana dan berkutat
dengan buku kuliah di tangan.
“Kamu
baru datang?”, tanya Reza menyadari kedatanganku mendekatinya.
“Iya,
kok kamu masih disini? Dosennya belum datang?”, tanyaku memastikan bahwa kelas
benar belum dimulai.
“Belum,
ayo kita kedepan kelas”, ajak Reza sambil menata tiga buku yang sedang terbuka.
Aku
berjalan mengikuti Reza yang tengah menaiki tangga dengan panjang lebih kurang
lima meter. Sosok yang kutemui di halaman beberapa menit lalu tengah berdiri
dengan teman-temannya. Tertangkap pandang seorang yang ku kenal di antara
mereka, kulihat teramat dekat dengan sosok itu. Tak lama mata menerobos ke arah
mereka yang begitu asing bagiku. Merah muda kini menghiasi semangat kuliahku.
Setelah beberapa hari dirundung duka atas kandasnya hubunganku dengan Haryo.
Hubungan yang terlalu lama menguak beberapa perbedaan prinsip.
***
Beberapa
hari menatap layar dengan cahaya menyilaukan membuahkan hasil yang berarti
bagiku. Jejaring sosial sangat membantu menguak informasi tentangnya sosok yang
kerap ku jadikan sorot pandang mata bernama Aqso. Tidak banyak yang terkuak,
hanya berapa hal di dirinya. Bergabung dengan jejaring sosialnya pun mejadi
solusi tepat untuk mengetahui lebih lanjut.
Kacamata
yang terpasang menambah wibawa pada wajahnya. Senyum luar biasa yang selalu
terlontar membuat panorama menjadi sangat surga. Paras wajahnya tak kalah indah
dengan wajah yang kerap menghiasi layar televisi. Gerak tubuh menambah ke
khasan pada dirinya. Ku ceritakan semua yang terasakan kepada
sahabat-sahabatku.
***
Senin
pagi di selimuti dinginnya Kota Malang tak menyurutkan niatku untuk berangkat.
Ada satu kewajiban yang harus ku lakukan di Senin pagi. Mengantarkan adikku
yang kebetulan sejalan dengan kampusku. Hal tersebut membuatku menjadi orang
pertama yang datang di kampus pagi buta. Cekikan dingin selalu terasa menyerang
tubuh yang telah ku balut jaket.
Aku
berjalan menuju trotoar dengan parit yang ditumbuhi bunga kuning. Tempat itu
biasa aku gunakan bersama sahabat-sahabatku. Tidak lama semenjak aku duduk,
datang Aqso yang ku tangkap dari kejauhan. Dia memarkir kendaraannya tepat di
samping kendaraanku. Namun Dia tidak sedang sendirian, dia tengah bersama
seorang wanita. Entahlah itu siapa, namun terlihat sekali ia begitu perhatian.
Sedikit suram terasa di sudut hatiku. Namun merah muda yang tengah ku miliki
tak akan pudar oleh deraan air hujan dan hempasan angin yang membawa debu.
Merah muda yang kumiliki akan selalu merona dan memberi semangat untukku.
***
Beberapa
bulan setelah kekecewaan yang ku alami ketika menangkap pandang Aqso tengah
bersama seorang wanita. Aku bertemunya kembali di tempat yang sama ketika
pertama bertemu. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Aqso melemparkan senyum
terindahnya ke arahku.
“hey”,
sapa Aqso padaku
Aku
hanya mampu membalas sapaan pertama darinya dengan senyuman dan kemudian pergi.
Hari- hari berikutnya juga selalu sapaan dan senyuman yang terlontar ketika
bertemu. Kebahagiaan yang teramat kerap muncul di diriku ketika sekelebat
kenangan yang begitu indah muncul kenangan dimana Aqso selalu melontarkan
senyuman untukku.
0 komentar:
Posting Komentar