Bentuk Adaptasi Budaya dalam Masyarakat



2.1 Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sering disebut dengan peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat-istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masayarakat (Taylor dalam Sulaeman, 1995:10). Talcott Parsons dalam Alfian (1985:66) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari cara-cara dan aspek-aspek pemberian arti pada laku ujaran, laku ritual, dan berbagai jenis laku atau tindakan lain dari sejumlah manusia yang mengadakan tindakan antar satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem ini, yang biasanya dinamakan sistem budaya, adalah simbol yang memiliki arti bagi orang-orang penggunanya. Sistem budaya (cultural system) merupakan wujud abstrak dari kebudayaan berupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masayarakat. Gagasan yang ada selalu berkaitan dan menjadi suatu sistem. Hartoko dkk. (2001:7) menyatakan bahwa kebudayaan adalah hasil dari pengungkapan diri manusia kedalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya.
Fischer (1980:19) menyatakan bahwa faktor terbentuknya sebuah kebudayaan ada tiga, yaitu geografis, induk bangsa, dan kontak atara bangsa-bangsa dengan berbagai kebudayaan. Faktor geografis merupakan pengaruh wilayah suatu masayarakat yang mendalaminya. Keadaan geografis daerah pegunungan akan berdampak pada budaya masayarakat sekitarnya dalam bercocok tanam, bangunan rumah, dan adat-istiadat lainnya. Faktor induk bangsa juga salah satu dari ketiga faktor yang ada. Induk bangsa merupakan leluhur atau nenek moyang yang banyak ditemui menyebabkan sebuah adat di masayarakat seperti cara ritual selamatan desa. Faktor kontak antara bangsa-bangsa dengan berbagai kebudayaan seperti halnya penjajahan atau perkawinan antar individu yang berbeda kebudayaannya.
     


2.2 Bentuk Adaptasi Budaya dalam masyarakat
Secara alamiah, masyarakat dan kebudayaan akan selalu mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Rudito (1991:3) menyatakan bahwa perubahan dibagi menjadi dua yaitu perubahan phisik dan perubahan pengetahuan dalam masyarakat. Perubahan phisik meliputi perubahan jumlah, dan komposisi penduduk secara kelahiran maupun migrasi; juga perubahan lingkungan phisik alam seperti gunung meletus, gempa bumi, dll yang dapat mengubah cara memahami dan mengintepretasikan pada diri manusia. Teknologi yang berasalah dari dalam masyarakat maupun dari luar dapat membuat sistem pengetahuan masyarakat mengalami pergeseran. Percampuran individu dari masayarakat yang berbeda budaya mengakibatkan interaksi anatar keduanya, sehingga menimbulkan pengaruh dan pergeseran terhadap kebudayaan masing-masing individu. Pengenalan unsur baru dapat mengubah masyarakat berupa perubahan hubungan sosial, struktur sosial, pranata sosial, dan perubahan budaya berupa pengetahuan, aturan, nilai, serta norma yang berlaku di masyarakat.
Penyesuaian diri atar budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor, diataranya faktor intern dan ekstern. Faktor intern menurut Brislin dalam Sulaeman (1995:33) adalah faktor watak (traits) dan kecakapan (skills). Watak adalah segala tabiat yang membentuk keseluruhan kepribadian seseorang.
Kecakapan atau skills menyangkut segala sesuatu yang dapat dipelajari mengenai lingkungan  budaya yang akan dimasuki seperti bahasa, adat istiadat, tata krama, keadaan geografis, keadaan ekonomi, situasi politik, dan sebagainya
Faktor ekstern yang berpengarhterhadap penyesuaian diri diantara budaya adalah besar kecilnya perbedaan anatara kebudayaan tempat asalnya dengan kebudayaan yang dimasuki, peerjaan yang dilakukan, dan Susana lingkungan tempat ia bekerja.

2.2.1 Gegar Budaya
Erlina (2013) menjelaskan bahwa Culture shock atau biasa disebut gegar budaya adalah disorientasi pribadi seseorang mungkin merasa ketika mengalami cara hidup yang asing karena imigrasi atau kunjungan ke daerah baru, atau untuk bergerak antara lingkungan sosial juga perjalanan sederhana untuk kehidupan yang lain. Salah satu penyebab paling umum dari gegar budaya melibatkan individu di lingkungannya yang asing. Dimana Culture shock merupakan suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Di Indonesia sendiri telah banyak counter culture (budaya penanding). Meskipun tersembunyi, budaya tersebut terus mempunyai eksistensi dan pendukung yang cukup banyak. Dalam kaitannya terhadap pariwisata dapat dilihat dari kebiasaan orang Indonesia yang pada awalnya terbiasa mengkonsumsi nasi sebagai makanan sehari-hari kemudian beralih kepada makanan fastfood atau kebiasaan orang Indonesia yang terbiasa dengan berkumpul dengan tetangga atau sanak keluarga di lingkungan sekitar tempat tinggal dan kemudian berpindah untuk berkumpul di cafe-cafe atau sejenisnyalah yang lambat laun akan menjadikan pribadi individualisme.
Culture shock terjadi ketika budaya kita berhadapan dengan cara berpikir yang berbeda atau cara melakukan sesuatu yang berbeda. Ini merupakan bagian dari proses adaptasi budaya. Culture shock sangat wajar terjadi pada siswa pertukaran pelajar yang meninggalkan lingkungan asal mereka yang akrab untuk pergi hidup di negara baru.
Sulaeman (1995:32) menyatakan bahwa selain culture shock terdapat pula peristiwa perubahan kebudayaan yang lain seperti cultural lag, cultural survival, dan cultural conflict.
Cultural lag (ketinggalam kebudayaan) adalah perbedaan anatara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Selang waktu anatara saat benda itu diperkenalkan pertamakali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri dengannya. Suatu lag  terjadi apabila irama perubahan dari dua unsur perubahan memiliki korelasi yang tak sebanding sehingga salah satu unsur tertinggal. Cultural lag  terjadi karena adanya ahsil ciptaan baru yang membutuhkan aturan-aturan serta pengertian yang baru dan berlawanan dengan hukum lama.
Cultural survival adalah suatu konsep yang dipakai untuk menggambarkan praktik yang telah kehilangan fungsi pentinganya, yang tetap hidup dan berlaku semata-mata hanya ada dalam landasan adat-istiadat.
Cultural conflict atau pertentangan kebudayaan yang muncul akibat dari relatifnya kebudayaan atau konflik kebudayaan. Faktor yang menimbulkan konflik kebudayaan adalah keyakinan yang berbeda sehubungan dengan berbagai masalah aktivitas berbudaya.

2.2.2 Proses Penyesuaian Budaya
Sulaeman (1995:32) menjelaskan bahwa ada empat tahap yang membentuk siklus culture shock dalam proses penyesuaian budaya:
1.      Tahap pertama disebut masa bulan madu atau inkubasi. Ini adalah waktu ketika siswa masih menemukan segalanya sebagai hal baru dan menarik.
2.      Tahap kedua disebut krisis atau masa frustasi yang di tandai dengansuatu perasaan dendam. Pada masa ini, kebaruan pengalaman mulai luntur dan banyak perbedaan budaya mulai nampak.
3.      Tahap ketiga disebut kesembuhan atau tahap evaluasi. Siswa akan mulai mengevaluasi budaya baru dan budaya dari tempat asalnya. Setelah memeriksa budaya baru, siswa memutuskan apa yang harus diubah, dipertahankan dan dibuang sama sekali. Dibutuhkan waktu untuk melewati tahap ini, namun hasilnya sungguh signifikan bagi perkembangan pribadi siswa dan tentunya bagi anda dan anggota keluarga anda.
4.      Tahap terakhir adalah proses adaptasi. Penting untuk dicatat bahwa adaptasi budaya tidak memiliki tenggat waktu yang jelas. Tahapan yang berbeda dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Tahapan mungkin tumpang tindih atau berulang. Proses belajar dan beradaptasi dengan budaya baru terus berlanjut sejak saat siswa tiba sampai program berakhir.
Komunikasi adalah kunci ketika berhadapan dengan siswa pertukaran pelajar. Oleh karena itu, dapat sangat membantu untuk duduk dengan siswa dan menanyakan langsung kepada mereka apa yang salah ketika Anda menemukan mereka mengisolasi diri atau memiliki kesulitan dengan aturan rumah dan norma-norma budaya.

2.2.3 Reaksi Individu
        
2.2.4 Etnosentrisme
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.
Siany dalam Mulyadi (2012) memberikan Contoh Etnosentrisme di Indonesia. Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata dalam Mulyadi (2012), carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.
Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar